kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.526.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Inflasi menanjak, deposito didepak


Kamis, 02 September 2010 / 07:54 WIB
Inflasi menanjak, deposito didepak


Reporter: Andri Indradie, Steffi Indrajana, Amailia Putri H. | Editor: Test Test

JAKARTA. Laju inflasi dari bulan ke bulan terus menanjak. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, inflasi Agustus 2010 mencapai 0,76% dan inflasi tahunan (year on year) mencapai 6,44%.

Angka inflasi yang terus meninggi ini membuat dana nasabah yang disimpan dalam bentuk deposito di bank mengalami negative spread. Budiyanto Winata, Head of Wealth Management Bank DBS Indonesia, mencontohkan jika bunga deposito 7%, setelah dipotong pajak 20% maka nasabah mendapatkan bunga bersih 5,6%.

"Secara nominal memang dana tersebut bertambah, tetapi dari sisi daya beli justru menurun sebesar 0,84% karena inflasi," jelas Budiyanto, Rabu (1/9).
Jadi, tingkat inflasi tinggi seperti saat ini tidak menguntungkan bagi nasabah deposito. Untuk mendapatkan hasil investasi yang lebih optimal, Budiyanto menyarankan agar nasabah memilih investasi yang memberikan imbal hasil lebih tinggi, seperti reksadana terproteksi yang memiliki portofolio obligasi korporasi berperingkat investasi (investment grade). Reksadana tersebut bisa memberikan imbal hasil bersih 7% - 7,5% per tahun.

Pilihan lainnya, Anda bisa berinvestasi di pasar saham yang sejak awal tahun ini telah memberikan imbal hasil 21,6%. Namun, investasi di saham memiliki volatilitas tinggi. "Cara terbaik berinvestasi di pasar saham adalah melalui MI yang memang pakar dalam mengelola portofolio saham," ujarnya.

Alfred Rinaldi Triestanto, Assistant Vice President Investment Sales HSBC Indonesia, mengatakan, sebelum berinvestasi nasabah harus mengetahui lebih dahulu tujuan investasinya. Kemudian, menyusun perencanaan keuangan. Menurutnya, deposito hanya cocok untuk orang yang membutuhkan likuiditas dan investasi jangka pendek.

Survei HSBC Affluent Asian Tracker beberapa waktu lalu menunjukkan, 95% nasabah kaya di Indonesia memilih menempatkan dananya di deposito. Tidak heran bila hingga Juni 2010 porsi deposito dalam dana pihak ketiga (DPK) yang ada di bank umum mencapai Rp 829,79 triliun atau 47,03%.

Jahja Setiaatmadja, Wakil Direktur Utama PT Bank Central Asia Tbk (BCA), menilai inflasi yang tinggi merugikan penabung dan deposan karena mengalami negative spread. "Bagi bank, selama likuiditas bagus, kami tidak akan menaikkan bunga deposito," kaya Jahja.

Meski bunga deposito tak mampu bersaing dengan inflasi, masyarakat tidak akan mudah mengalihkan dananya ke instrumen investasi lain. Direktur Utama Bank Kesawan Gatot Siswoyo mengatakan, bank sulit menaikkan bunga deposito karena BI rate saat ini masih bertahan di level 6,5%.

Jika ada nasabah yang ingin berpindah ke instrumen investasi lain, hal ini justru membuka peluang bagi bank. "Bank bisa menggenjot penjualan produk bancassurance dan reksadana," ujar Gatot. Alhasil, pendapatan nonbunga (fee based income) bank bertambah.

Direktur Utama Bank Hana Edy Kuntardjo menambahkan, saat ini perbankan dihadapkan pada persaingan ketat. Menurutnya, hanya bank-bank kecil yang masih tergantung pada sumber dana mahal (deposito) sehingga mereka mau tidak mau harus menaikkan suku bunga dana dan suku bunga kredit. "Bagi bank yang memiliki banyak akses ke sumber pendanaan, inflasi tinggi tidak menjadi masalah," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×