Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam kerangka letter of intent (LoI) penggabungan usaha, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Tbk (BJBR) perlu melakukan sejumlah aksi suntikan likuiditas kepada PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS).
Jika Bank BJB akan menjadi pihak yang menerima penggabungan sekaligus entitas akhir, untuk apa mereka perlu tambah likuiditas Bank Banten?
“Untuk memperkuat ketahanan likuiditas Bank Banten selama pandemi Covid-19,” kata Direktur Utama Bank Banten Fahmi Bagus Mahesa kepada KONTAN, Kamis (30/4).
Likudiitas Bank Banten memang diakui cukup ketat oleh Fahmi. Hingga kuartal I-2020 misalnya tercatat terjadi kemerosotan dana pihak ketiga (DPK) 2,7% (ytd). Dari Rp 5,58 triliun pada akhir tahun lalu menjadi Rp 5,43 trliun akhir Maret 2020.
Baca Juga: Dalam proses merger, Bank Banten tunda rights issue
Sementara penyaluran kredit perseroan tercatat belum mumpuni dengan pertumbuhan 1,7% (ytd). Dari Rp 5,58 triliun akhir tahun lalu menjadi Rp 5,43 triliun akhir kuartal I-2020.
Kondisi ini juga makin diperparah dengan aksi Pemprov Banten memindahkan rekening kas daerah dari Bank Banten kepada Bank BJB 21 April 2020 lalu. Ini menyusul tak dapat dicairkannya kas Pemprov Banten di Bank Banten senilai total Rp 890 miliar.
Fahmi menambahkan perseroan juga membuka diri bagi Bank BJB untuk dapat berpartisipasi dalam aksi rights issue yang direncanakan perseroan. Meskipun sejatinya asi tersebut telah diajukan Bank Banten kepada OJK untuk ditunda akibat pandemi covid-19.
“Kami membuka diri apabila kemitraan strategis dilakukan melalui mekanisme yang telah disiapkan saat ini yaitu PUT (penawaran umum terbatas) VI. Merger tetap menjadi hal utama, namun mekanismenya bisa beragam bentuk,” jelas Fahmi.
Sejak akhir tahun lalu, eks Bank Pundi ini memang sudah berencana melakukan aksi penambahan modal via rights issue secara bertahap untuk menerbitkan 400 miliar saham senilai Rp 8 per lembar. Perseroan menargetkan dapat menghimpun dana hingga Rp 3,2 triliun.
Baca Juga: Menakar dampak corona terhadap kinerja emiten perbankan: BBRI, BBNI, BMRI dan BBCA
Sementara tahun ini rencananya ada dua rights issue yang digelar. PUT VI pada Juni 2020 untuk menghimpun dana Rp 500 miliar, dan pada PUT VII pada Desember 2020 untuk menghimpun dana Rp 700 miliar.
Adapun dalam kerangka LoI tersebut, bantuan likudiitas oleh Bank BJB dapat dilakukan dengan cara dana line money market dan/atau pembelian aset yang memenuhi persyaratan tertentu, secara bertahap.
Direktur Bank BJB sebelumnya menyatakan, mekanisme suntikan likudiitas sendiri akan dilaukan setelah perseroan rampung melakukan uji kaliakan alias due diligence terhadap Bank Banten.
“Sebagai langkah awal kami akan melakukan proses persiapan due diligence yang kami pastikan untuk dilakukan secara cermat, professional dan independent” ujarnya dalam keterangan resminya, 24 April 2020 lalu.
Kontribusi dari BJB membantu likuiditas Bank Banten sejatinya bakal membantu Pemprov Banten untuk tidak merogoh kocek APBD sama sekali. Apalagi Gubernur Banten Wahidin Halim mengaku butuh ongkos tinggi menyelematkan Bank Banten.
“Pemprov Banten dari awal berupaya mempertahankan Bank Banten. Kalau melalui suntikan APBD, kami harus siapkan dana Rp 2,8 triliun,” katanya dalam keterangan resminya, 25 April 2020.
Baca Juga: Ini kata Bank Banten soal keterlibatan Istana dalam merger dengan Bank BJB
Sebagai catatan Pemprov Banten memang tek pernah melakukan aksi penambahan modal lagi setelah mengakuisisi perseroan pada 2016 yang saat itu masih bernama Bank Pundi dari Recapital Group, perusahaan kongsi Sandiaga S. Uno dan Roeslan P. Roeslani.
Pemprov Banten mengakuisisi Bank Pundi melalui BUMD miliknya yaitu PT Banten Global Development (BGD) dengan mengucurkan dana total Rp 619,49 miliar. Skemanya, BGD mulanya masuk dengan mengeksekusi 35% saham Bank Pundi dalam rights issue pada Juli 2006. Kemudian pada Desember 2016, BGD kembali mengeksekusi 16% saham dalam right issue, sehingga total memiliki 51% saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News