Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum lama ini mengeluarkan POJK nomor 52 tahun 2017 soal dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif (DINFRA). Sebelum berinvestasi di instrumen ini, ada beberapa hal yang mesti diperhitungkan pengelola dana pensiun.
Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) Bambang Sri Muljadi menyebut, instrumen tersebut memang bisa menjadi salah satu alternatif yang menarik bagi pengelola dana pensiun. Namun ia menilai tak semua dana pensiun bisa memasukinya.
"Namun bagi dapen kecil mungkin kapasitasnya belum memadai," kata dia, Senin (21/8).
Sementara bagi dana pensiun yang sudah punya dana kelolaan yang cukup besar, tak serta merta juga bisa langsung memasukinya. Pasalnya ada sejumlah pertimbangan yang tentunya akan diperhatikan.
Diantaranya adalah membandingkan dengan instrumen lain atas potensi return yang bisa diterima. Selain itu, pertimbangan akan risiko likuiditas juga akan jadi perhatian penting dari para pengelola dana pensiun.
Dalam instrumen DINFRA sendiri, manajer investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif, dimana DINFRA dapat menginvestasikan dananya pada aset infrastruktur
Portofolio investasi DINFRA hanya dapat berupa aset Infrastruktur paling sedikit 51% dari Nilai Aktiva Bersih. Sementara sisanya bisa ditempatkan lewat instrumen lain seperti pasar urang, efek yang diterbitkan di dalam negeri maupun instrumen keuangan lain yang memperoleh penetapan Otoritas Jasa Keuangan sebagai Efek.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News