Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Muamalat Indonesia Tbk menjadi bahan pembicaraan beberapa praktisi keuangan syariah dalam beberapa kuartal terakhir. Semua bermula dari keinginan bank syariah pertama di Indonesia ini untuk menambah modal.
Beberapa investor sudah menyatakan minat untuk menanamkan modalnya ke Bank Muamalat. Investor yang pertama mengumumkan tertarik masuk ke Bank Muamalat adalah Minna Padi.
Setelah beberapa bulan berjalan, Minna Padi mengumumkan bahwa rencana masuk Bank Muamalat batal. Setelah Minna Padi gagal, muncul beberapa nama seperti bank BUMN, dan terakhir adalah pengusaha Eric Tohir.
Mukhamad Misbakhun, Anggota Komisi XI DPR menjelaskan duduk masalah yang terjadi di Bank Muamalat dalam beberapa bulan terakhir.
"Masalah Bank Muamalat adalah modal, karena sebagai bank (permodalannya) tidak boleh stagnan," kata Misbakhun ketika ditemui kontan.co.id, baru-baru ini.
Sekadar mengingatkan, dalam laporan keuangan kuartal I 2018, rasio kecukupan modal (CAR) Bank Muamalat di level 10,16%. Angka ini tak jauh dari batas minimum yang ditetapkan regulator yaitu 8%. Modal Bank Muamalat pun jauh di bawah rata-rata bank umum syariah dan unit usaha syariah yang di level 18,47%, berdasarkan Statistik Perbankan Syariah Maret 2018 dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Ketika pemegang saham yang ada sekarang ingin melakukan penambahan modal, muncul masalah baru. Masalah ini adalah pemegang saham yang ada sekarang kepemilikan sahamnya sudah melebihi 20%.
Islamic Development Bank mempunyai 32,74% saham di Muamalat. Kemudian Bank Baoubyan 22% dan Atwill Holding Limited 18%.
Menurut Misbakhun, jika pemegang saham bank jumlahnya sudah melebihi 20%, maka pemegang saham tersebut tidak bisa melakukan penambahan modal lagi.
Pemegang saham tersebut harus melepas saham maksimal sebesar 20%. Kemauan shareholder yang ada untuk meningkatkan bisnis cukup kuat, namun terkendala ini.
Oleh karena itu, pemegang saham ingin agar penambahan modal bisa dilakukan investor diluar pemegang saham yang ada saat ini. Namun disisi lain pemegang saham yang ada sekarang tidak mau jika pemegang saham baru ini menjadi terlalu mayoritas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News