kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Ini hambatan unit usaha syariah asuransi untuk melakukan spin off


Jumat, 18 Januari 2019 / 18:28 WIB
Ini hambatan unit usaha syariah asuransi untuk melakukan spin off


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan tenggat waktu kepada Unit Usaha Syariah (UUS) perusahaan asuransi dan reasuransi untuk spin off hingga akhir Oktober 2024. Akan tetapi, Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) menyebut masih ada sejumlah hambatan untuk menyapih UUS.

Ketua Umum Ahmad Sya'roni mengungkapkan hambatan pertama adalah UUS perusahaan asuransi joint venture yang kepemilikan investor asingnya lebih dominan. Hal ini terkait dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Kepemilikan Asing Perusahaan Perasuransian. 

Dalam Pasal 5 Ayat 1 beleid ini disebutkan, kepemilikan perusahaan asing pada perusahaan perasuransian tidak boleh melebihi 80% dari modal yang disetor. Menurut pria yang akrab disapa Roni ini, dengan adanya ketentuan tersebut, perusahaan joint venture yang modalnya dominan berasal dari asing harus menggaet lebih banyak mitra lokal. 

“Nah untuk joint venture yang mana pihak asing punya ekuitas sangat besar itu, untuk dapat mitra lokal hingga bisa memenuhi ketentuan 20% itu tidak gampang,” kata dia kepada Kontan.co.id, Jumat (18/1).

Hambatan kedua adalah dari segi kecukupan modal. Peraturan OJK Nomor 65 Tahun 2016 menetapkan bahwa UUS perusahaan asuransi yang ingin spin off menjadi perusahaan asuransi syariah harus memiliki minimal modal Rp 50 miliar, sedangkan perusahaan reasuransi Rp 100 miliar.

Roni yakin perusahaan asuransi maupun reasuransi mampu mencapai modal minimal tersebut. Akan tetapi, menurut dia, besaran modal itu masih kurang untuk bisa berekspansi ke pasar yang lebih besar. 

Maklum, pangsa pasar syariah di Indonesia masih relatif kecil. Pada Desember 2018, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan pangsa pasar syariah Indonesia baru mencapai 8%.

Oleh karena itu, Roni bilang, banyaknya kepilikan modal sangat penting untuk memacu industri asuransi dan reasuransi syariah untuk tumbuh lebih tinggi. Ia menggambarkan, jika perusahaan-perusahaan ini memiliki modal yang besar, maka diharapkan bisa tumbuh dan berkekspansi bersama-sama.

Hambatan ketiga adalah untuk UUS perusahaan asuransi lokal. Menurut dia, permodalan asuransi lokal masih sangat kecil. “Jika mau berekspansi, maka penetrasinya juga bakal jauh lebih lamban dari yang punya modal besar,” kata dia. 

Roni mengatakan, untuk bisa melebarkan pangsa pasarnya, UUS perusahaan asuransi harus memiliki produk yang inovatif serta meningkatkan investasinya di bidang teknologi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×