Reporter: Ferry Saputra | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan penyelenggara fintech peer to peer (P2P) lending diwajibkan memenuhi ketentuan ekuitas atau permodalan minimum sebesar Rp 7,5 miliar yang mulai berlaku 4 Juli 2024.
Setelah itu, fintech lending harus memenuhi ekuitas minimum sebesar Rp 12,5 miliar pada tahun depan.
Menanggapi hal itu, Pengamat Teknologi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi berpendapat tujuan dari penambahan modal tersebut bisa dilihat dari dua sisi. Menurutnya, aturan penambahan modal bisa jadi mekanisme untuk filter penyelenggara yang memiliki modal cukup dan serius dalam menjalankan bisnis fintech lending.
"Namun, penambahan modal itu bisa juga untuk mengurangi jumlah penyelenggara yang ada," ungkapnya kepada Kontan, Kamis (8/8).
Baca Juga: OJK Beberkan Alasan Penerbitan POJK Nomor 11 Tahun 2024 Tentang SLIK
Dengan kebijakan tersebut, Heru menilai memang ada potensi jumlah fintech lending akan berkurang karena tak mampu memenuhi permodalan. Akan tetapi, dia bilang bisa saja jumlahnya tak akan berubah karena fintech lending berpotensi mencari permodalan dari investor luar negeri untuk memenuhi aturan tersebut.
Heru juga menyebut faktor pangsa pasar yang masih besar di Indonesia, tentu akan membuat investor luar negeri melirik fintech lending Indonesia.
Sebagai informasi, ketentuan permodalan minimum fintech lending diatur dalam Pasal 50 ayat 2 huruf b POJK 10 Tahun 2022. Dalam butir tersebut, menyatakan fintech lending paling sedikit harus memenuhi ekuitas Rp 7,5 miliar yang berlaku 2 tahun terhitung sejak POJK tersebut diundangkan.
Adapun saat ini terdapat 28 dari 98 fintech lending yang belum memenuhi ketentuan permodalan minimum sebesar Rp 7,5 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News