Reporter: Roy Franedya |
JAKARTA. Pengucuran kredit perbankan kembali melambat. Jika biasanya perbankan bisa mencetak pertumbuhan kredit di atas 25% secara tahunan, per September lalu, kredit bank tumbuh 22,9% dibandingkan bulan yang sama tahun lalu, menjadi Rp 2.555,41 triliun.
Ini merupakan penurunan kedua kali. Pada Agustus lalu, pertumbuhan kredit perbankan sebesar 23,6%, lebih rendah dari bulan Juli yang bisa mencapai 25,2%.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), motor penurunan pertumbuhan kredit masih berasal dari kredit modal kerja. Segmen kredit ini hanya tumbuh 21,9% menjadi Rp 1.236,97 triliun.
Padahal, pada bulan sebelumnya kredit modal kerja tumbuh 23,2%. Adapun kredit konsumsi tumbuh stagnan 19,6%. Sementara kredit investasi tumbuh 30,4%.
Direktur Eksekutif Hubungan Masyarakat Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo, menjelaskan penurunan pertumbuhan kredit perbankan berasal dari penurunan kinerja ekspor sebagai dampak dari krisis global.
Faktor lain, melesetnya target pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III. "Kami percaya kredit akhir tahun bisa tumbuh 22% hingga 23%," ujarnya, Kamis (8/11). Bagi BI, pertumbuhan kredit di kisaran 20% - 25% masih dianggap wajar.
Menunda pencairan
Target kredit tak lepas dari asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia akhir tahun nanti. BI memperkirakan, ekonomi bisa tumbuh di kisaran 6,1% - 6,5%, dengan kecenderungan berada di level 6,3%.
Sebelumnya pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 6,4%. Namun kenyataannya, produk domestik bruto (PDB) Indonesia hanya tumbuh 6,3% di kuartal tiga lalu.
Direktur Keuangan Bank Rakyat Indonesia (BRI) Ahmad Baiquni, mengatakan kredit modal kerja biasanya kembali tumbuh tinggi setelah proyek selesai. Maklum, kredit ini digunakan untuk membiayai operasional perusahaan. "Untuk pengerjaan proyek yang digunakan kredit investasi dan penarikannya masih sesuai dengan jadwal," kata dia. Tahun ini dia memprediksi, kredit masih bisa tumbuh di level 22% - 23%.
Anton Gunawan, Kepala Ekonom Bank Danamon, menjelaskan penurunan pertumbuhan kredit perbankan juga dipengaruhi penurunan permintaan, serta harga komoditas yang diikuti penurunan produksi. "Perusahaan-perusahaan di Indonesia banyak yang bergerak dalam bidang pertambangan dan agrikultur, sehingga penurunan tersebut mendorong perusahaan menunda pencairan kredit yang telah di-booking," ujarnya.
Faktor lain tertahannya laju kredit konsumsi efek kebijakan loan to value (LTV) otomotif dan properti. Di saat yang sama pencairan kredit investasi tidak mungkin dalam jumlah sangat besar untuk menutupi perlambatan dua sektor tersebut. Pasalnya, pencairan kredit investasi berdasarkan kemajuan proyek.
Menurut Anton, pertumbuhan kredit perbankan mungkin kembali ke kecepatan seperti bulan-bulan sebelumnya, asalkan program Masterplan Percepatan Proyek Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) bisa berjalan. "Program ini bagus tapi implementasi dilapangan masih belum berjalan," tukasnya. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News