Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fintech peer to peer (P2P) lending masih bermunculan. Yang terbaru, Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menemukan 144 entitas yang melakukan kegiatan usaha P2P lending namun tidak terdaftar atau memiliki izin usaha.
Melihat hal ini, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memandang ada dampak baik bagi masyarat maupun bagi bisnis P2P Lending legal. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bilang kehadiran P2P lending ilegal sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat untuk menggunakan aplikasi P2P legal.
"Seperti mekanisme pengambilan data peminjam yang dilindungi kerahasiaannya. Bunga yang proporsional dan cara penagihan yang sesuai dengan kaidah penagihan yang telah disepakati," ujar Tumbur kepada Kontan.co.id pada Minggu (28/4).
Ia menambahkan, praktik yang telah dilakukan oleh P2P legal menjadi lemah lantaran masifnya kegiatan yang dilakukan P2P ilegal di berita media.
Tumbur mengaku kini muncul indikasi image bahwa peminjam tidak perlu mengembalikan pinjaman tersebut baik itu P2P ilegal maupun P2P legal. Sehingga berdampak meningkatnya tingkat NPL di industri P2P legal.
Ia melihat ada beberapa faktor munculnya fintech P2P ilegal. Pertama, permintaan terhadap permodalan maupun kredit yg sangat tinggi dibanding nilai pinjaman yang disediakan oleh lembaga keuangan yang ada.
Kedua, industri fintech P2P lending saat ini merupakan terobosan baru bagi pihak-pihak peminjam yang kesulitan mendapatkan akses permodalan atau kredit tanpa agunan.
Ketiga, proses yang dibutuhkan jauh lebih cepat dan lebih mudah dibandingkan lembaga keuangan tradisional saat ini.
Keempat, fintech P2P lending memggunakan teknologi via mobile dan internet. Khususnya melalui platform berbasis android mobile yang bersifat open source dan sangat terbuka bagi siapapun.
"Hal ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak ilegal karena permintaan yanag begitu tinggi di Indonesia serta mudahnya mereka mengupload aplikasi mereka di google play store," papar Tumbur.
Dari keempat hal di atas, Tumbur mengakui AFPI bersama Satgas Waspada OJK dan Kominfo hanya mampu bertindak mengajukan ke pihak Google untuk menutup atau menghilangkan aplikasi tersebut dari google play store. Namun hal ini sering terjadi setelah ditutup, mereka menampilkan aplikasi P2P dengan nama lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News