Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perkembangan kualitas aset perbankan di awal tahun cukup beragam. Meskipun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan rasio kredit bermasalah naik tipis di Februari, namun tidak semua bank mengalami kenaikan Non Performing Loan (NPL). Sebagian bank masih mencatatkan perbaikan dan sebagian lainya merasakan cukup stabil.
OJK melaporkan NPL perbankan secara gross pada Februari 2019 mencapai 2,59%, naik dari bulan sebelumnya yang tercatat 2,56%. Sedangkan NPL secara nett naik dari 1,13% menjadi 1,17%.
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) misalnya mencatatkan NPL secara gross di level sekitar 2,9% per Februari dan 2,1% secara nett. Kondisi tersebut mengalami perbaikan dari tahun 2018 dimana NPL gross-nya mencapai 3,01%.
Untuk terus menjaga kualitas aset, Bank BBTN akan selektif dalam melakukan pembiayaan di luar sektor hunian. "Saat ini BTN sangat membatasi pemberian kredit pada sektor non perumahan," kata Direktur Strategi, Resiko dan Kepatuhan BBTN Mahelan Prabantarikso kepada Kontan.co.id, Senin (1/4).
Di kredit konsumer, BBTN lebih fokus memberikan pembiayaan pada konsumen yang memiliki pendapatan tetap atau fixed income. Adapun di sektor komersial, bank ini fokus memberikan kredit kepada perusahaan pelat merah dalam rangka mendukung sinergi BUMN. BBTN memperkirakan penyaluran kredit di kuartal I akan tumbuh sekitar 18%-19%.
Sementara NPL PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) masih stabil di kuartal I. Rasio kredit bermasalah bank swasta tercatat sebesaar 1,4% atau sama dari posisi akhir tahun lalu.
President Director BBCA, Jahja Setiaatmadja mengungkapkan, penyumbang NPL BBCA cukup merata dari berbagai sektor. Namun, yang terbesar berasal dari sisa kredit lama dari satu nasabah besar di sektor transportasi.
Tahun ini, BCA tidak menetapkan akan menjaga NPL di level tertentu karena menurut Jahja pihaknya tidak bisa memprediksi kredit yang mendadak macet. Hanya saja, perusahaan berharap rasio kredit bermasalah tersebut tidak bertambah dengan selalu berhati-hati dalam melakukan penyaluran kredit baru.
Sementara PT OCBC Nisp Tbk merupakan salah satu bank yang mengami peningkatan rasio kredit bermasalah. NPL bank ini pada Februari sedikit meningkat ke level 1,8%.
Namun, Parwati Surjaudaja mengatakan, pihaknya sudah mengantisipasi resiko kredit tersebut mengingat masih banyaknya tantangan baik dari domestik maupun eksternal. Sektor penyumbang NPL Bank OCBC cukup merata baik ritel maupun komersial.
"Tahun ini kami masih akan fokus untuk antisipasi resiko kredit. Stratgei yang kami lakukan adalah memahami kebutuhan nasabah sedini mungkin dan melakukan upaya collection secara intensif." jelas Parwati.
Kenaikan NPL juga dirasakan PT Bank Rakyat Indonesia Agroniaga Tbk (AGRO). Hingga Maret, NPL bank ini ada di level sekitar 3% dimana penyumbang terbesarnya berasal kredit-kredit lama di sektor konsumer yakni multifinance dan perumahan.
Direktur Utama PT Bank BRI Agroniaga Tbk, Agus Noorsanto bilang, meningkatnya rasio kredit bermasalah itu diakibatkan penurunan harga komoditas tahun 2018 dan meningkatnya suku bunga. Oleh karena itu, BRI Agro akan mengurangi pemberian kredit ke sektor-sektor yang masih menyumbang porsi besar terhadap NPL perseroan.
Selain itu, AGRO juga akan melakukan restrukturisasi dan penyelesaian terhadap debitur-debitur bermasalah. BRI Agro menargetkan NPL gross di bawah 3% dan NPL nett sekitar 1,5%-1,6% tahun ini.
Dengan meningkatnya NPL tersebut, BRI Agro memperkirakan laba bersih perseroan pada kuartal I hanya akan tumbuh tipis. Pasalnya, mereka harus membentuk cadangan yang cukup.
Sedangkan PT Bank Negara Indonesia Tbk belum bersedia menyebutkan rasio NPL perseroan di awal tahun. Namun, bank pelat merah ini akan terus menjaga kualitas asetnya dengan berhati-hati dan lebih selektif dalam menyalurkan kredit baru di semua sektor.
"BNI tidak menghindari sektor-sektor tertentu tetapi lebih selektif dan berhati-hati saja," kata Direktur Keuangan BNI Anggoro Eko Cahyo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News