Reporter: Dina Farisah | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan melonggarkan persyaratan bagi perusahaan aset manajemen atau manajer investasi (MI) dalam menggaet dana tax amnesty.
Nurhaida, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK menjelaskan, salah satu kelonggaran diberikan untuk produk reksadana penyertaan terbatas (RDPT). MI dapat mengajukan perizinan produk RDPT pada OJK meskipun belum ada proyeknya.
Namun, OJK memberikan tenggat waktu bagi para MI untuk menyusulkan dokumen-dokumen terkait proyek RDPT. "Dokumen yang bisa disusulkan misalnya terkait evaluasi terhadap proyek. Kami memberikan batas waktu satu tahun bagi MI untuk menentukan proyeknya," terang Nurhaida.
Rencana ini disambut positif oleh pelaku industri. Irvin Patmadiwiria, Direktur PT Ciptadana Asset Management (Ciptadana AM) menilai, kelonggaran ini sangat baik untuk menggairahkan peserta tax amnesty berinvestasi pada RDPT.
Sebab, selama ini aturan yang berlaku adalah mewajibkan MI sudah harus memiliki proyek RDPT pada saat mengajukan perizinan kepada OJK. Namun di sisi lain, hal ini juga memiliki risiko yang lebih besar lantaran tidak ada yang mengetahui proyek selain pemilik dana (calon investor).
Tahun ini, Ciptadana AM juga tertarik menerbitkan RDPT terkait tax amnesty dan RDPT non tax amnesty. Untuk RDPT terkait tax amnesty, Ciptadana AM telah berkomunikasi dengan beberapa calon investor yang menyatakan ketertarikannya, namun belum ada kepastian proyeknya.
Untuk RDPT non tax amnesty, Ciptadana telah menyasar proyek-proyek infrastruktur. Itu antara lain berupa pembangkit listrik dan jalan tol.
Ciptadana AM berharap dapat meluncurkan RDPT non tax amnesty pada kuartal I 2017. Ciptadana tinggal mengajukan perizinan kepada OJK. Adapun nilai RDPT non tax amnesty Ciptadana sebesar Rp 1 triliun. Produk RDPT ini akan membantu Ciptadana dalam menjaring target dana kelolaan sebesar Rp 5,5 triliun hingga akhir tahun.
Muhammad Hanif, Direktur Utama PT Mandiri Manajemen Investasi (MMI) mengaku telah mendapatkan surat pernyataan terdaftar dari OJK atas RDPT tertanggal 29 Desember 2016. Produk RDPT MMI ini bukan terkait tax amnesty.
Namun pihaknya menilai relaksasi OJK dapat menjadi alternatif investasi bagi investor yang berminat pada instrumen investasi berbeda. Sama halnya dengan Ciptadana, produk RDPT MMI juga masih dalam sektor infrastruktur berupa pembangkit listrik.
"Ada 11 proyek pembangkit listrik micro hydro. Mayoritas tersebar di Pulau Jawa. Nilainya sebesar Rp 400 miliar," terang Hanif kepada KONTAN, Minggu (15/1).
Tahun ini, MMI akan fokus pada RDPT micro hydro. Sebab dibutuhkan waktu panjang hingga akhirnya MMI mengajukan izin RDPT kepada OJK. MMI berharap RDPT ini dapat membuahkan imbal hasil (return) hingga 20% per tahun. Adapun proyek RDPT ini memiliki tenor jangka panjang antara 6 tahun hingga 10 tahun.
Edward Lubis, Presiden Direktur PT Bahana TCW Investment Management juga memiliki pipeline menerbitkan reksadana penyertaan terbatas (RDPT). Seperti diketahui, Bahana merupakan salah satu manajer investasi yang ditunjuk pemerintah sebagai gateway penampung dana tax amnesty. Dua RDPT Bahana diperkirakan bernilai antara Rp 1 triliun hingga Rp 2 triliun.
Menurut Edward, dana tax amnesty tersebut sudah ada di bank mitra Bahana. Hanya saja dana belum mengalir ke reksadana.
Kemungkinan, selain akan dialokasikan untuk RDPT, dana tax amnesty ini akan dialokasikan pada reksadana berbasis surat utang dengan denominasi dollar AS. Menurut Edward, investor sangat tertarik dengan reksadana berbasis surat utang.
Tahun ini, Bahana menargetkan dana kelolaan naik 10%. Apabila total dana kelolaan Bahana pada akhir tahun 2016 mencapai Rp 39 triliun, maka total dana kelolaan Bahana tahun ini akan digenjot menjadi Rp 42,9 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News