kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Iuran bank ke OJK bisa dicicil tiap kuartal


Senin, 21 Oktober 2013 / 06:35 WIB
Iuran bank ke OJK bisa dicicil tiap kuartal
ILUSTRASI. Promo Hotelmurah.com s.d 30 Juni 2022, Dapatkan Diskon 20% Maksimal Rp20.000


Reporter: Nina Dwiantika, Issa Almawadi, Adhitya Himawan | Editor: A.Herry Prasetyo

JAKARTA. Ada kabar cukup menggembirakan bagi industri perbankan. Alih-alih memungut sekaligus, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengutip iuran industri bank secara bertahap.

Mulai tahun depan, pengawasan perbankan akan berpindah dari Bank Indonesia ke OJK. Pada saat itu, bank mesti mulai membayar fee alias komisi ke OJK.

Tahun 2014, bank cukup membayar dua per tiga atau sekitar 66% dari tarif iuran OJK. Bank baru membayar tarif penuh mulai tahun 2015. Selain itu, biar terasa ringan, pembayaran dicicil sebesar 25% pada tiap kuartal.

Nelson Tampubolon, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, menjelaskan, pungutan secara bertahap agar iuran tidak memberatkan industri perbankan. Sehingga, bank tidak perlu mengeluarkan banyak dana pada masa-masa awal OJK mengawasi perbankan.

Pada awalnya, iuran tahunan perbankan dipatok sebesar 0,06% dari total aset bank. Setelah mendengar masukan dari bankir, OJK sepakat menurunkan tarif tersebut.

Sayang, Nelson enggan membeberkan besaran tarif pungutan terbaru. Sebab, tarif pungutan OJK masih menunggu keputusan final dari presiden. Sekadar informasi, iuran perbankan ke OJK kabarnya sebesar 0,04% sampai 0,05% dari aset.

Bankir tetap keberatan

Meski pembayaran bertahap dan bisa dicicil, para bankir tampaknya masih merasa berat lantaran harus membayar iuran. Maklum, selama ini, BI sebagai regulator dan pengawas bank tidak memungut iuran kepada bank.

 Eko Budiwiyono, Ketua Asosiasi Bank Daerah (Asbanda), sekaligus Direktur Utama Bank DKI, mengusulkan agar iuran OJK diambil dari  premi penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sebab, bank sudah membayar premi yang cukup besar kepada LPS. Sementara, "LPS cuma menjamin simpanan nasabah sampai Rp 2 miliar," kata Eko.

Jadi, menurut Eko, operasionalisasi OJK mestinya bisa dibiayai dari setoran premi penjaminan LPS. Namun, keputusan iuran industri bank tentu menjadi kewenangan OJK sebagai regulator.

Yang jelas, apakah pembayaran bertahap atau langsung, pungutan OJK akan menambah biaya bank. Alhasil, bank akan membebankan biaya tersebut pada biaya produk dan layanan.

Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur Bank OCBC NISP, juga menilai, iuran industri perbankan kepada OJK akan menambah beban perbankan. Meski begitu, Parwati tidak mempermasalahkan iuran OJK itu, sepanjang ada nilai tambah yang diperoleh  oleh perbankan.

Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiaatmadja, menilai beban industri perbankan ke depan akan makin berat. Selain mesti membayar pungutan OJK dan premi LPS, bank mesti mengerek biaya dana yang meningkat akibat kenaikan suku bunga acuan alias BI rate.

Apalagi, biaya tenaga kerja juga terus naik dan inflasi kian tinggi. Meski begitu, Jahja menilai pungutan OJK ibarat pajak yang mesti dibayar. "Asal tidak mengganggu profitabilitas bank," harapnya.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×