Reporter: Ferry Saputra | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permasalahan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 ternyata bukan saja soal keuangan perusahaan, melainkan hak para karyawan.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Serikat Pekerja Niaga, Bank, Jasa, dan Asuransi (SP NIBA) AJB Bumiputera 1912 Rizky Yudha menerangkan sampai saat ini banyak hak pegawai yang belum terpenuhi.
Rizky menerangkan ada juga hak yang memang telah dipenuhi perusahaan, seperti gaji karyawan. Dia menyebut gaji karyawan telah normal dibayarkan selama dua bulan terakhir setelah empat tahun selalu dipotong.
"Namun, hak lain, seperti pesangon atau utang gaji belum dibayar. Adapun karyawan yang terdampak sekitar 2.000 orang," ungkapnya kepada Kontan, Selasa (14/5).
Baca Juga: OJK Buka Skema Baru Bagi Status AJB Bumiputera
Lebih rinci, Rizky mengatakan outstanding hak pekerja belum selesai sejak 2018 dan hak pensiun pekerja juga belum selesai sejak 2017. Dia menerangkan sesuai isi Perjanjian Kerja Bersama (PKB), cukup banyak item yang dilanggar perusahaan.
"Pelanggaran hak itu mulai dari gaji, THR, biaya pengobatan, sumbangan duka pekerja meninggal, dan lainnya. Ada 13 item," tuturnya.
Meskipun demikian, Rizky berharap agar semua hak karyawan yang belum terpenuhi bisa diselesaikan oleh perusahaan.
Terkait AJB Bumiputera, OJK menyebut perusahaan itu berpotensi mengalami perubahan skema dari asuransi jiwa bersama menjadi demutualisasi atau melakukan likuidasi.
Hal itu bisa dilakukan apabila komitmen dalam revisi Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) tak terwujud. Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan revisi tersebut dilakukan karena AJB Bumiputera tak dapat menjalankan RPK dengan baik.
"Oleh karena itu, kami beberapa kali telah memanggil Rapat Umum Anggota (RUA), meliputi badan perwakilan anggota ada 11 orang, termasuk dewan pengawas dan dewan direksi. Kami panggil untuk menyampaikan revisi terhadap RPK dari Bumiputera," ungkapnya dalam konferensi pers RDK OJK, Senin (13/5).
Dalam pertemuan terakhir, Ogi menyebut RUA telah menyampaikan revisi RPK dan telah berdiskusi dengan OJK. Adapun revisi RPK tersebut telah disampaikan pada 21 Maret 2024. Ogi menerangkan OJK meminta kepada RUA dari Bumiputera agar pemenuhan terhadap minimum ekuitas pada 2026 dapat dipenuhi, yakni sebesar Rp 250 miliar. Apabila tak memenuhi hal tersebut, dia bilang status Bumiputera kemungkinkan bisa berubah.
Baca Juga: AJB Bumiputera Sampaikan Revisi Rencana Penyehatan Keuangan, Ini Kata OJK
"Satu hal yang menjadi komitmen bersama, bahwa seluruh Badan Perwakilan Anggota (BPA) baik direksi maupun komisaris akan melakukan tindakan lain, selain melanjutkan status sebagai asuransi jiwa bersama. Jadi, dapat dimungkinkan kalau 2026 tak terpenuhi, bisa melalui skema yang lain, yaitu melalui demutualisasi atau melakukan likuidasi. Itu menjadi komitmen yang akan dilakukan mereka," katanya.
Ogi bilang pihaknya masih akan menunggu draft revisi RPK dari Bumiputera. Dia mengatakan pihaknya masih menunggu pengesahan dari rapat umum anggota. Dengan demikian, dalam beberapa hari, Bumiputera akan mengembalikan revisi RPK, yang mana harus disahkan dalam rapat tersebut. Jika telah diterima, dia menyebut OJK akan memonitor langkah yang telah dituangkan dalam revisi RPK tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News