Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus korupsi dalam pemberian kredit di sektor perbankan kembali menjadi sorotan.
Hampir setiap tahun, muncul skandal baru yang melibatkan berbagai jenis bank mulai dari Bank Perkreditan Rakyat (BPR), bank pembangunan daerah (BPD), bank asing, hingga bank pelat merah dengan pola kejahatan yang serupa.
Berdasarkan penelusuran Kontan.co.id, terdapat sedikitnya 10 kasus korupsi kredit bank yang terungkap ke publik dalam periode 2019 hingga 2025.
Baca Juga: Terseret Kasus Dugaan Korupsi, Bank BJB Punya Tagihan Kredit Sritex Rp 671,79 Miliar
Kasus terbaru diumumkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bogor pada Jumat, 20 Juni 2025. Sebanyak lima tersangka ditahan dalam perkara dugaan korupsi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Modal Kerja (KMK) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI).
Kejahatan ini terjadi sejak 2023 hingga Juli 2024, dengan estimasi kerugian negara mencapai Rp 8,9 miliar.
Modus Lama, Terulang Kembali
Modus yang digunakan cukup klasik: pemalsuan data pengajuan kredit terhadap 13 debitur, terdiri dari tujuh penerima KUR dan enam debitur KMK.
Beberapa dari mereka bahkan tidak memiliki usaha seperti yang tercantum dalam pengajuan kredit.
Tak hanya itu, survei lokasi yang seharusnya dilakukan petugas juga diabaikan, membuat permohonan fiktif ini tetap lolos dan cair.
Baca Juga: Kejagung Ungkap Modus Korupsi Kredit Sritex, Modal Kerja Digunakan Bayar Utang
Kasus serupa juga terjadi di PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk (SDRA), yang melibatkan surat kredit palsu dengan nilai mencapai Rp 1,28 triliun.
Sementara itu, skandal di PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) menyeret Bank DKI dan Bank BJB, di mana kredit modal kerja justru digunakan untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif, dengan total kredit mencapai Rp 692 miliar.
Tak ketinggalan, kasus korupsi kredit juga menjerat Bank BTN Cabang Semarang (Rp 11,9 miliar), BPR Barito Kuala (Rp 3,15 miliar), dan Bank Jateng Cabang Jakarta (Rp 71 miliar).
Akar Masalah: Celah dan Motif Pribadi
Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Trioksa Siahaan, mengatakan bahwa kejahatan ini bisa terjadi karena adanya kombinasi antara kesempatan dan motif pribadi.
Celah korupsi bisa muncul dari pengaturan kredit, manipulasi data, hingga imbalan dari debitur.
“Bahkan bisa juga terjadi fraud internal, seperti penggelapan dana milik debitur oleh karyawan bank,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Sabtu (21/6).
Baca Juga: Di Kasus Sritex, Pihak Bank DKI - BJB Beri Kredit Tanpa Analisis Memadai
Meski begitu, Trioksa menilai kasus ini masih bersifat individual dan tidak sampai mengguncang sistem perbankan nasional secara keseluruhan.
Namun, hal ini harus menjadi alarm penting bagi penguatan pengendalian internal, manajemen risiko, dan sistem pengawasan.
Peran Teknologi dan Kontrol Internal
Ia menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi seperti credit scoring berbasis kecerdasan buatan (AI), sistem e-KYC untuk verifikasi identitas, Loan Origination System (LOS), serta sistem deteksi fraud yang terintegrasi.
Pandangan serupa disampaikan Direktur Risk Management PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) Setiyo Wibowo. Ia menegaskan bahwa penggunaan teknologi digital penting untuk menciptakan proses yang transparan, menjaga konsistensi keputusan, serta mencegah konflik kepentingan.
“Setiap keputusan bisnis harus mengacu pada prinsip good governance, business judgement rule, dan memastikan tidak ada conflict of interest,” tegasnya.
Baca Juga: Iwan Setiawan Lukminto Jadi Tersangka Korupsi Kredit untuk Sritex, Ini Kronologinya
BTN, kata Setiyo, juga telah menerapkan kontrol internal ketat, seperti pemisahan tugas (segregation of duties), kontrol dan pengawasan ganda (dual control), serta kebijakan internal untuk memastikan tidak ada satu orang yang memiliki kewenangan penuh dalam proses penting.
Langkah serupa diambil oleh PT Maybank Indonesia Tbk (BNII) Presiden Direktur Maybank, Steffano Ridwan menyebut, pihaknya memiliki komite kredit khusus untuk memutuskan pemberian kredit korporasi.
Audit internal juga dilakukan secara berkala untuk memastikan kepatuhan terhadap prosedur.
“Penting sekali proses kontrol yang cukup dan menyeluruh terhadap semua proses kredit yang terjadi,” tandasnya.
Selanjutnya: Geopolitik Makin Tegang, Rupiah Diproyeksi Tertekan pada Senin (23/6)
Menarik Dibaca: iPhone 11 Pro Masih Dapat Update iOS? Yuk, Cek Jawabannya Berikut ini!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News