kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Kejahatan siber ancam perbankan, kesadaran nasabah dan pegawai bisa kurangi risiko


Selasa, 09 November 2021 / 19:52 WIB
Kejahatan siber ancam perbankan, kesadaran nasabah dan pegawai bisa kurangi risiko
ILUSTRASI. Kejahatan siber


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perkembangan digital yang cepat memicu peningkatan kejahatan siber di perbankan. Kementerian Komunikasi dan Informasi mencatat sekitar 5.000 laporan pengaduan tindakan penipuan (fraud)masuk setiap minggunya.

Sejak  Maret 2020 hingga saat ini, hampir 200.000 laporan fraud telah diterima, di mana media yang paling banyak digunakan adalah Whatsapp serta Instagram. Statistik ini menunjukkan Indonesia sudah dalam situasi darurat kejahatan siber.

Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha mengatakan, perkembangan kejahatan siber membawa ancaman ke dunia perbankan. Perilaku dan kesadaran nasabah serta pegawai bank menjadi hal yang penting untuk mengurangi risiko kejahatan siber di perbankan.

Terdapat masalah utama yang dihadapi oleh perbankan mulai dari aplikasi pihak ketiga di smartphone memungkinkan memiliki keamanan yang lemah jika dibuat oleh pengembang yang tidak berpengalaman.

Baca Juga: 5 Cara melindungi perangkat dari serangan ransomware

Kedua, kata dia, yaitu jaringan Wifi Publik yang merupakan salah satu cara mudah bagi peretas untuk mendapatkan akses dan data ke berbagai informasi akun yang tersimpan di smartphone.

"Ketiga, mobile malware seperti virus, trojan, rootkit dan lainnya. Ketika industry perbankan terus berkembang, begitu juga dengan malware,” ujarnya secara virtual pada Selasa (9/11).

Oleh karena itu, perbankan serta nasabah harus memahami dan mengenali apa saja bentuk penipuan digital yang marak terjadi untuk meminimalisir risiko kerugian bahkan bisa menghindarinya.

Sementara itu, Henrico Perkasa selaku Department Head Security Technologies and Services Q2 Technologies mengungkapkan, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan setiap perusahaan ketika ingin mulai meningkatkan keamanan digital. Langkah pertama adalah memahami lingkup divisi yang ingin ditingkatkan keamanannya.

"Kemudian, kita lakukan penetapan kebijakan policy terhadap IT, konfigurasi di perangkat IT dan batasan apa saja yang perlu dipantau," paparnya.

Ia menyebut IBM Security QRadar menawarkan beberapa konfigurasi yang beragam dan siap digunakan oleh setiap perusahaan. Sehingga produk ini sesuai bagi mereka yang baru akan memulai memperkuat keamanan digital.

Ia juga mengingatkan agar perawatan konfigurasi selalu dilakukan secara berkala pada sistem keamanan digital. Dengan demikian, kasus kejahatan siber bisa diminimalisir.

Baca Juga: Antisipasi serangan siber, perbankan perkuat sistem keamanan

Untuk langkah ke depan, Q2 Technology menyarankan agar setiap perusahaan sudah memiliki incident response plan jika terjadi kejahatan siber. Selain itu, investasi pada teknologi automatisasi seperti machine learning dan artificial intelligence juga dibutuhkan agar tetap relevan di masa digital.

Department  Head Information Security Division Bank Rakyat Indonesia, Irfan Syukur menyatakan, ada lima kategori ancaman siber utama (cyber crime) dalam industri perbankan saat ini, yakni Mobile Devices, Digital Connectivity, Malware, Partnership dan API.

Pertama, Mobile Devices saat ini telah banyak dipergunakan seperti untuk sistem pembayaran dan lainnya. Meningkatnya jumlah dan jenis perangkat mobile dapat meningkatkan risiko serangan siber.

“Kedua, Digital Connectivity atau konektivitas digital dari peningkatan eksposur data penting melalui adopsi sistem digital dan interkonektivitas. Ketiga, Malware, kecanggihan semakin mudah diakses dan otomatis melampaui kemampuan pertahanan saat ini.

“Keempat, API, penggunaan vendor pihak ketiga yang menimbulkan risiko di luar kendali langsung. Kelima, kemitraan melalui konvergensi cyber komersial dan pemerintah,” ungkapnya.

Selanjutnya: Meski dipangkas, BNI dan BTN berharap ada suntikan PMN

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×