kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,89   3,53   0.38%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kenaikan NPL Perbankan Berpotensi Tertahan di Tahun 2023, Ini Penyebabnya


Selasa, 29 November 2022 / 06:13 WIB
Kenaikan NPL Perbankan Berpotensi Tertahan di Tahun 2023, Ini Penyebabnya
ILUSTRASI. Kenaikan NPL perbankan berpotensi tertahan di tahun depan


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk, Maizal Walfajri | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Potensi peningkatan rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) perbankan di tahun 2023 bakal sedikit tertahan. Penyebabnya, adanya keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memperpanjang relaksasi restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 secara targeted untuk berapa segmen, sektor, industri dan daerah tertentu hingga Maret 2024.

Sementara itu, kebijakan restrukturisasi Covid-19 secara menyeluruh bakal berakhir pada Maret 2023. 

Adapun yang diperpanjang setahun lebih lama berlaku untuk sektor UMKM secara menyeluruh, industri padat karya khusus untuk tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki, serta usaha makanan dan minuman dan daerah tertentu.

Baca Juga: Kredit Ditargetkan Tumbuh 9%-11%, Simak Target Bisnis Bank BRI Hingga Akhir 2022

"Daerah tertentu yang dimaksud dalam hal ini adalah provinsi Bali," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam rapat kerja dengan DPR, Senin (28/11).

Sementara Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan alasan regulator mengeluarkan kebijakan ini setelah melakukan pendalaman terhadap perkembangan proses restrukturisasi dan melihat kondisi kredit yang direstrukturisasi selama dua tahun ini. 

Pada saat sektor lain sudah pulih, ditunjukkan dari nilai restrukturisasi yang sudah jauh berkurang. Begitupun yang pulih sudah menunjukkan pertumbuhan yang jelas. Namun, lanjutnya, ada beberapa sektor dan industri tertentu masih butuhkan proses dan waktu tambahan.

Per September 2022, total outstanding restrukturisasi kredit perbankan mencapai Rp 519,64 triliun dengan 2,63 juta debitur. 

Sebelumnya, Dian mengungkapkan persentase masuk dalam kategori berisiko tinggi (loan at risk/LAR) sebesar 11,53%. 

Sementara pencadangan yang sudah dilakukan perbankan terhadap LAR mencapai 39%. Adapun yang sudah jadi NPL mencapai 6,62% dan bank sudah melakukan pencadangan 18,17% terhadap NPL tersebut.

Baca Juga: Begini Prospek Saham dan Kinerja Bank Lokal yang Diakuisisi Perbankan Jepang

Saat restrukturisasi Covid-19 berlangsung, status kredit masih dalam kategori lancar. Namun, begitu relaksasi itu berakhir maka kredit yang direstrukturisasi tidak lagi dikategorikan lancar dan perbankan harus melakukan pencadangan.

BRI mungkin yang paling diuntungkan dari kebijakan OJK ini. Maklum, oustanding restrukturisasi bank ini tercatat paling tinggi dimana Rp 116,4 triliun  per September 2022 atau 19,3% dari total kredit. Sebagian besar berasal dari segmen UMKM. 

Aestika Oryza Gunarto Sekretaris Perusahaan BRI mengatakan, kebijakan OJK tersebut sesuai dengan usulan BRI sebagai upaya untuk menjaga performa kualitas kredit industri perbankan serta mendukung recovery pelaku usaha terdampak covid.




TERBARU

[X]
×