Reporter: Issa Almawadi | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Nasabah perbankan bisa sedikit bernapas lega. Pasalnya, perbankan dan vendor ATM memundurkan jadwal rencana kenaikan tarif transaksi anjungan tunai mandiri (ATM) lintas perbankan.
Hermawan Tjandra, SVP Marketing Rintis Sejahtera (ATM Prima), menuturkan kenaikan tarif transaksi ATM mundur dari rencana awal pada 1 Oktober menjadi 1 November. "Supaya bank punya cukup waktu untuk sosialisasi ke nasabahnya," ucap Hermawan kepada KONTAN, Senin (29/9).
Seperti diketahui, tarif transfer antarbank naik menjadi Rp 7.500 per transaksi dari sebelumnya Rp 5.000. Kemudian, biaya cek saldo di ATM antarbank menjadi Rp 4.000-Rp 4.500 per transaksi dari sebelumnya Rp 2.000-Rp 3.000. Aktivitas penarikan tunai pun naik menjadi Rp 7.500-Rp 8.000 dari sebelumnya Rp 5.000.
Hermawan menambahkan, kenaikan harga apapun pasti akan memberi pengaruh. Namun, dalam hal kenaikan tarif transaksi ATM, Hermawan yakin, pengaruhnya mungkin tidak terlalu signifikan. "Pengaruh ke volume transaksi pasti ada. Tapi tidak akan terlalu signifikan," jelasnya.
Di sisi lain, upaya bank menggenjot pendapatan komisi (fee based income) lewat kenaikan biaya transaksi melalui mesin ATM itu akhirnya menarik perhatian Bank Indonesia (BI). Regulator sistem pembayaran ini berencana mengatur tarif transaksi antarbank lewat mesin ATM.
"BI akan mengatur biaya tarif transaksi antarbank di ATM karena sudah terlalu tinggi," kata Ronald Waas, Deputi Gubernur BI, belum lama ini.
Pasalnya, berdasarkan data awal BI, sejumlah negara tetangga mampu memberikan tarif transaksi ATM yang lebih murah dan transparan kepada para nasabahnya. Ia mencontohkan, negara lain seperti Australia mengatur penerapan tarif transaksi di ATM.
Tak heran, BI menilai, kenaikan tarif transaksi ATM di Indonesia bakal membebani para nasabah. Makanya, BI sedang membahas latar belakang bank mengerek tarif transaksi tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News