kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kinerja Bank Konvensional Versus Bank Digital, Mana yang Lebih Ciamik?


Selasa, 27 Desember 2022 / 17:59 WIB
Kinerja Bank Konvensional Versus Bank Digital, Mana yang Lebih Ciamik?
ILUSTRASI. Nasabah melakukan transaksi di salah satu galeri ATM di Mal Tangerang, Jumat (16/4). /pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/16/04/2021.


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2022 merupakan kebangkitan bagi industri perbankan. Setelah tertekan akibat pandemi Covid-19 dalam dua tahun sebelumnya, bank-bank tampil cukup ekspansif dan mencetak laba bersih yang sudah melampaui kondisi sebelum pandemi. 

Menurut catatan Bank Indonesia (BI), kredit perbankan nasional sudah tumbuh sebesar 11,16% secara tahunan alias year on year (YoY) hingga November 2022. Namun, dari jajaran bank tradisional beraset besar, ada enam bank yang mencatatkan ekspansi melampaui pertumbuhan industri.

Berdasarkan laporan bulanan per Oktober 2022, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) menorehkan pembiayaan tumbuh 23,4% YoY, PT Bank OCBC NISP tumbuh 15,6%, BTPN meningkat 15, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) tumbuh 14,3%. Bank Mandiri dan CIMB Niaga tumbuh masing-masing 12,4% dan 11,4% per November. 

Kredit Bank Danamon dan BNI juga telah berhasil tumbuh dua digit yakni masing-masing 10,7% per Oktober dan 10,07% per November. 

Baca Juga: MUFG Bank Investasikan US$ 200 Juta ke Akulaku

Dari sisi perolehan laba bersih, bank tradisional juga menorehkan performa gemilang dengan pertumbuhan hingga puluhan persen. Dari 13 bank aset teratas di Tanah Air, hanya Bank Panin dan Maybank yang mengalami penurunan masing-masing 0,8% dan 32,9% YoY per November. 

Tiga bank bahkan berhasil mencetak laba bersih di atas Rp 30 triliun. BRI tampil dengan perolehan laba tertinggi. Dalam sepuluh bulan pertama tahun ini, bank pelat merah ini (secara bank only) sudah menembus net profit Rp 40,2 triliun atau tumbuh 65,6% YoY.

Bank Mandiri telah mengantongi laba Rp 34,8 triliun dalam sebelas bulan atau tumbuh 59,8% YoY dan BCA membukukan Rp 31,8 triliun dalam sepuluh bulan atau meningkat 17,7% secara YoY.

Secara pertumbuhan, BNI, Bank Permata dan Bank Danamon tampil dengan dengan performa paling tinggi. Hingga November, laba BNI tumbuh 78,7% dan Bank Permata melesat 95,8%. Net profit Bank Danamon per Oktober tumbuh 79,8% YoY.

Dari 7 jajaran bank digital, empat bank sudah berhasil mencetak untung tahun ini. Sepanjang sebelas bulan pertama, Allo Bank membukukan laba bersih Rp 260,4 miliar, Seabank Rp 33,8 miliar, dan Bank Raya sebesar Rp 8,85 miliar. Adapun Bank Jago mengantongi keuntungan Rp 44,27 miliar dalam sepuluh bulan pertama tahun ini. 

Untuk ekspansi kredit, bank digital menorehkan pertumbuhan lebih tinggi dari bank tradisional. Hanya Bank Raya yang mengalami penurunan kredit sebesar 38,4% per November 2022. Ini lantaran perseroan melakukan bersih-bersih aset lama sebelum resmi meluncur jadi bank digital.

Namun, perlu digarisbawahi bahwa pertumbuhan kredit bank digital cukup tinggi karena berangkat dari basis rendah sebagai bank baru. BCA Digital dan Bank Aladin yang tahun lalu belum memiliki portofolio kredit, per November sudah mencatatkan portofolio masing-masing Rp 2,6 triliun dan Rp 989 miliar. 

Kredit Seabank melesat 226,6% YoY dan Allo Bank 221,2%. Adapun  kredit Bank Jago melonjak 99,3% dan BNC naik 135,8% per Oktober 2022. 

Baca Juga: Sah Jadi Bank Kustodian, BTN Bidik Dana Kelolaan Rp 12 Triliun

Bankir Optimis Tetap Ekspansif pada Tahun 2023

Sunarso Direktur Utama BRI sebelumnya menargetkan laba bersih BRI tahun ini sekitar Rp 40 triliun. Artinya, apa ditargetkan sudah tercapai hanya dalam 10 bulan pertama. 

Adapun Supari Direktur Bisnis Mikro BRI, saat ditemui di Kementerian BUMN, Kamis (15/12), tidak bersedia menyebutkan berapa proyeksi laba bersih yang bakal dibukukan BRI tahun ini dengan melihat capaian selama 10 bulan pertama. 

Ia hanya menyebut bahwa untuk memperkirakan laba BRI tahun ini bisa dengan menghitung rata-rata capaian per kuartal dari kinerja sembilan bulan pertama tahun ini yang sudah mencapai 39 triliun. "Silahkan dikira-kira saja," ujarnya.

Tahun depan, BRI menargetkan kredit tumbuh 9%-11%. Supari bilang, BRI memiliki modal yang cukup dalam mengejar pertumbuhan. Pasalnya, permodalan perseroan cukup kuat, punya sumber pertumbuhan baru yang jelas dari holding ultra mikro, likuiditas cukup bagus, serta jaringan yang luas.

Sementara Haru Koesmahargyo Direktur Utama BTN mengatakan, BTN menargetkan laba bersih Rp 3 triliun tahun 2022. Adapun KPR yang menjadi penopang utama kredit BTN ditargetkan bisa tumbuh 12% tahun depan. 

Adapun BCA optimistis ekspansi kredit akan akan terus meningkat tahun depan meskipun ada bayang-bayang resesi global. Bank swasta terbesar di Tanah Air menargetkan kredit tumbuh 12% tahun depan, lebih tinggi dari target 2022 sebesar 8%-10%.

Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur BCA mengatakan, pihaknya optimistis permintaan kredit akan tumbuh didukung beberapa faktor. Pertama, akan terjadi kenaikan cost of goods sold (COGS) atau komponen biaya yang dikeluarkan perusahaan menghasilkan produk/jasa karena kenaikan raw material dan biaya tenaga kerja. 

"Kalau itu naik, bank harus memberikan pinjaman kepada agen-agen. Kalau yang naik use loan aja,  kita tak perlu tambah loan baru, katakan saat ini use loan misalnya 58% naik menjadi 65%, itu sudah aja sudah hampir 10% kenaikan kredit kita," jelas Jahja 

Kedua, minat investasi sudah mulai ada. Menurut Jahja, era bunga tinggi akan terjadi tahun depan tetapi akan mulai flat di akhir 2023 dan kembali mereda di 2024. Dengan proyeksi itu, consumer good diperkirakan akan semakin laku pada 2024. 

Oleh karena itu, volume produksi harus ditingkatkan mulai tahun depan karena proses pembangunan pabrik atau menambah kapasitas produksi setidaknya butuh waktu satu tahun. 

Baca Juga: BSI Salurkan Pembiayaan Kendaraan Bermotor Rp 1,67 Triliun hingga November

Prospek Kinerja dan Saham Perbankan Tahun 2023

Menurut Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan, kinerja perbankan tumbuh luar biasa tahun ini lantaran pandemi Covid-19 mereda dan adanya berbagai stimulus yang diberikan pemerintah untuk menggerakkan ekonomi. 

Namun, ia memperkirakan pertumbuhan kinerja perbankan tahun depan tak akan setinggi tahun ini. Pasalnya, ada berbagai tantangan yang dihadapi, seperti kenaikan suku bunga dan dan gejolak ekonomi global. 

"Suku bunga The Fed masih akan naik sehingga BI akan melakukan penyesuaian rate-nya yang kemungkinan bisa menuju 6%-7% tahun depan yang akan menekan ekonomi domestik. Pertumbuhan kinerja perbankan kemungkinan tidak akan lebih dari 10% tahun depan," kata Trioksa pada Kontan.co.id, Selasa (27/12).

Meskipun bank-bank besar memasang target kredit optimis dua digit, ia melihat tantangan untuk mencapai itu berat sehingga berpotensi direvisi di tengah tahun. Selain menekan permintaan kredit, kenaikan suku bunga menurutnya juga bisa menekan kualitas aset. Oleh karena itu, bank harus mengantisipasi itu yakni dengan meningkatkan efisiensi agar kenaikan bunga kredit bisa ditahan. 

Trioksa bilang, tantangan paling besar akan dihadapi bank digital tahun depan. Sebagai bank yang masih harus berjuang menjangkau nasabah, mereka tentu harus memberikan bunga dana lebih tinggi agar bisa bersaing dengan bank tradisional. Alhasil, biaya dana akan meningkat dan bank akan mengimbanginya dengan bunga kredit yang lebih tinggi. 

Adapun bank yang punya potensi tumbuh paling tinggi menurut Trioksa adalah BCA dan BRI. Ia melihat BCA punya keunggulan karena kuat dari sisi fundamental ritel dan dari sisi transformasi digital. Sedangkan BRI memiliki sumber pertumbuhan baru dari holding ultra mikro dan permodalan yang sangat kuat.

Analis Mirae Sekuritas Tasrul Tanar melihat saham-saham sektor perbankan akan menarik tahun depan. Kemungkinan The Fed masih kembali menaikkan suku bunga akan mendorong kenaikan BI rate tahun depan. Hal itu akan mendorong net interest margin (NIM) perbankan. 

Ia memperkirakan pergerakan bursa di awal tahun memang masih akan ditopang sektor energi, namun mulai april akan terjadi pergeseran sektoral ke banking

"Namun, proyeksi ini hanya berlaku untuk bank konvensional. Untuk bank yang terkait dengan teknologi masih perlu dihindari," ujarnya.

Research & Consulting Manager PT Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro juga melihat prospek saham perbankan konvensional akan menarik tahun depan. Menurutnya, saham -saham dengan valuasi murah atau memiliki PBV lebih rendah dari rata-rata PBV industri yang tercatat 3,24x saat ini, menarik untuk dicermati.

Baca Juga: Penyaluran Kredit Diprediksi Moncer, Simak Rekomendasi Saham BRI (BBRI)

Menurutnya, saham bank berkapitalisasi besar dan berfundamental solid akan sangat bagus tahun 2023. Pasalnya saat bunga mulai naik, pergerakan saham-bank-bank di kelopok ini justru naik.

"Kenaikan suku bunga tinggi akan membuka peluang bagi bank-bank besar untuk mendapat manfaat kenaikan NIM . Kemudian dari sisi pertumbuhan kredit seharusnya tetap meningkat setelah sempat melandai akibat pandemi Covid-19," ujar Nicodimus.

Nico tetap merekomendasikan saham empat bank besar, sedangkan saham bank digital meskipun sudah terkoreksi tajam tahun ini tidak dia rekomendasikan. Ia menyebut bahwa kenaikan suku bunga tinggi akan membuat cost of fund bank digital naik seiring peningkatan suku bunga deposito dan pinjaman. 

"Padahal tawaran bunga tinggi adalah cara mereka bisa bersaing dari bank besar," pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×