Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih akan terus fokus mendorong kebijakan konsolidasi perbankan tahun ini. Setelah konsolidasi bank umum sukses diselesaikan pada akhir 2022, tahun ini regulator akan fokus mendorong konsolidasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, mengatakan jumlah BPR/BPRS yang ada di Indonesia saat ini masih sangat besar. Per Desember 2022, jumlah mencapai 1.608.
Oleh karena itu, konsolidasi akan terus didorong agar semakin optimal dalam memberikan kontribusi dalam perekonomian nasional. OJK menargetkan jumlah BPR dalam lima tahun ke depan berkurang menjadi 1.000 seiring dengan konsolidasi tersebut.
"Konsolidasi akan didorong. Untuk merger BPR, sasaran yang paling mudah adalah penggabungan satu grup. Dalam lima tahun ke depan, jumlah BPR hanya akan menjadi 1.000 saja. Dan BPR yang dianggap bermasalah akan ditutup," ungkap Dian dalam Pertemuan Tahunan Industri Keuangan 2023, Senin (6/2).
Baca Juga: Menyusut, Restrukturisasi Kredit Terdampak Covid-19 Tersisa Rp 469 Triliun
Dian mengatakan, OJK saat ini fokus mengarahkan BPr yang dimiliki satu grup atau pemegang saham untuk melakukan merger. Ini semacam memberlakukan aturan Single Presence Policy atau larangan suatu pihak mengendalikan lebih dari satu bank yang berlaku pada bank umum.
Menurutnya, upaya itu merupakan akselerasi konsolidasi yang paling mudah dilakukan karena juga memberikan insentif yang jelas. BPR yang akan merger memungkinkan membuka kantor cabang di luar provinsi kantor pusatnya berada.
"Kantor entitas yang mendapat penggabungan akan jadi kantor pusat, yang kantor BPR yang bergabung akan menjadi kantor cabang BPR tersebut," jelas Dian.
Dalam target OJK, banyak hal yang masih bisa dilakukan untuk mendorong konsolidasi tersebut. Regulator ini terus melakukan komunikasi dengan asosiasi untuk mendorong anggotanya merger dan melakukan konsolidasi sendiri.
Kehadiran Undang-Undang P2SK juga semakin memperbesar peran BPR, diantaranya bisa terlibat dalam sistem pembayaran yang diselenggarakan Bank Indonesia (BI) serta bisa melantai di Bursa Saham.
Kendati begitu, kata Dian, tidak semua BPR bisa terlibat dalam sistem pembayaran dan melakukan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO). OJK akan membuat persyaratan khusus bagi BPR yang bisa melakukan keduanya.
"Hanya BPR tertentu yang penuhi memenuhi syarat yang bisa melakukan IPO dan terlibat dalam sistem pembayaran. Karena ini terkait dengan masalah perlindungan investor." ujarnya.
Dian bilang, syaratnya nanti diantaranya harus memenuhi modal dan aset dengan jumlah tertentu, tingkat governance dan kesehatan bank baik. Sejauh ini, sudah ada beberapa group BPR yang siap dikonsolidasikan. Namun, Dian belum bisa menyampaikan detailnya.
"Nama-namanya akan diumumkan pada waktunya," pungkasnya.
Baca Juga: OJK Catat Masih Ada 21 Fintech Lending yang Memiliki Pinjaman Macet di Atas 5%
Baru-baru ini, 10 BPR yang ada di bawah kendali PT Modern Multiartha (MMA Group) mengumumkan melakukan merger. Adapun kesepuluh BPR itu adalah PT BPR Modern Express, PT BPR Irian Sentosa, PT BPR Palu Lokadana Utama, PT BPR Modern Express Jateng, PT BPR Modern Express NTT, PT BPR Modern Express Sultra, PT BPR Modern Express Sulawesi Selatan, PT BPR Modern Express Papua Barat, PT BPR Modern Express Maluku Utara, PT BPR Modern Express Sulut.
Berdasarkan ringkasan rancangan merger yang dipublikasikan di media massa, Rabu (18/1), kesepuluh BPR ini dimiliki oleh satu pemegang saham pengendali yang sama yakni PT Modern Multiartha (MMA Group). Seluruh BPR ini akan merger menjadi satu entitas dimana yang akan menerima penggabungan adalah BPR Modern Express. PT Modern Multiartha akan menjadi pemegang saham pengendali BPR hasil merger ini dengan porsi kepemilikan mencapai 91,4%.
Seluruh BPR ini akan menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) untuk meminta persetujuan terkait rencana merger ini pada 7 Maret 2023 dan 8 Maret. Persetujuan merger dari OJK diperkirakan akan diperoleh pada 31 Maret. Sedangkan transaksi merger direncanakan akan efektif pada 5 April.
BPR yang akan merger ini berada di 10 provinsi yang berbeda. Tidak ada kantor yang akan ditutup setelah merger. Namun, kantor BPR Modern Express akan berstatus menjadi kantor pusat, sedangkan kantor 9 BPR lainnya akan berstatus menjadi kantor cabang.
Dengan penggabungan tersebut maka modal dasar BPR Modern Express akan menjadi Rp 1 triliun. Kegiatan operasional dan bisnis sebelum maupun setelah merger pada prinsipnya tidak akan mengalami perubahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News