Reporter: Nina Dwiantika, Roy Franedya |
JAKARTA. Tujuan Bank Indonesia (BI) mengatur loan to value (LTV) atau kenaikan uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) adalah mengantisipasi terjadinya penggelembungan (bubble). Namun, dalam aturan itu, BI tidak membuat pengecualian perlakuan untuk KPR rumah kedua dan selanjutnya. Padahal, ancaman terbesar bubble justru dari ceruk ini.
Deputi Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Yunita R. Sari mengatakan, aturan LTV berlaku untuk semua pembelian rumah. Tapi, bukan tidak mungkin, aturan LTV juga dikembangkan ke arah sana. "Sekarang kami masih lihat dulu efek aturan itu, kalau ada pengaruh, kami ambil langkah selanjutnya," katanya.
Di negara lain, seperti Singapura, Hong Kong dan China, aturan LTV untuk KPR pertama dan kedua memang berbeda. Kredit kedua dan seterusnya lebih ketat. Itu belum termasuk pengenaan pajak lebih tinggi bagi kepemilikan properti kedua. Ketiga negara itu melakukan pengetatan dengan dosis tinggi demi mengendalikan bubble.
Perbankan sudah mengantisipasi keadaan dengan tidak memperbesar KPR kedua. Bank Permata misalnya, porsi KPR kedua atau ketiga hanya 30% dari total KPR. Sisanya, untuk pembelian rumah pertama. "Kami memang mengalokasikan dana untuk KPR kedua dan seterusnya. Sejauh ini porsi itu sehat dan kami belum mau mengubahnya," kata Direktur Ritel Bank Permata, Lauren Sulistiawati.
Pada kuartal I-2012, Permata membukukan KPR senilai Rp 12 triliun. Artinya sekitar Rp 3,6 triliun merupakan KPR untuk rumah kedua.
Lauren bilang, nasabah mengajukan KPR kedua untuk investasi. Maklum, investasi properti saat ini sedang naik daun. Selain itu, nasabah juga mencari alternatif investasi lain dari deposito, emas, reksadana atau obligasi.
Nasabah yang meminta KPR untuk rumah kedua mayoritas nasabah prioritas. "Rata-rata permintaan rumah kedua itu tipe diatas 70% yang memang terkena aturan, tetapi itu tidak berpengaruh karena mereka punya dana," tambah Lauren.
Direktur Konsumer dan Ritel Bank BNI, Darmadi Sutanto, sependapat bahwa permintaan KPR untuk rumah kedua dan seterusnya untuk investasi, bukan untuk ditinggali. "Di BNI, satu debitur boleh meminta KPR sampai keempat kali, tetapi ada beberapa syarat tertentu yang harus dipenuhi debitur," kata Darmadi.
Antara lain, cicilan tidak boleh melebihi 40% dari penghasilan. Artinya, debitur harus menyiapkan uang muka kredit lebih tinggi lagi, atau angsuran bulanannya diperbesar lagi.
Selain itu, KPR untuk rumah kedua baru boleh diajukan setelah enam bulan akad kredit KPR pertama. Di BNI, sebagian besar KPR untuk rumah pertama.
Menurut Direktur Konsumer Bank Tabungan Negara (BTN), Irman A Zahiruddin, hampir 99% debitur BTN mengajukan KPR untuk tempat tinggal alias rumah pertama. Porsinya masih kecil karena BTN membidik pasar kredit rumah menengah ke bawah. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News