Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Selain dari jumlah yang sudah diberikan keringanan atau restrukturisasi, ternyata jumlah kredit yang berpotensi direstrukturisasi justru lebih besar. Total debet kreditnya kata OJK mencapai Rp 1.112,59 triliun yang terdiri dari kredit UMKM Rp 405,32 triliun dan non UMKM Rp 707,26 triliun. Memakai asumsi ini, artinya realisasi restrukturisasi perbankan yang berproses saat ini masih sekitar 18,62% dari nilai potensialnya.
Wimboh mengatakan, pada dasarnya semua kredit bisa direstrukturisasi. Namun, kredit yang dapat direstrukturisasi dengan cepat yakni segmen UMKM. Skema restrukturisasi yang dilakukan bisa kombinasi antara penundaan pembayaran baik pokok maupun bunga, serta melalui pemangkasan suku bunga kredit.
Baca Juga: Utang kartu kredit terus menumpuk? Segera lunasi dengan cara ini
Sementara itu, Kepala Riset PT Samuel Sekuritas Suria Dharma memandang saat ini kesiapan perbankan dalam menghadapi era seperti sekarang sudah cukup kuat. Apalagi dengan diwajibkannya penambahan pencadangan lewat penerapan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 71. Artinya, dari segi pencadangan kredit atau CKPN menurutnya bank-bank besar sudah memadai.
Apalagi, OJK memang sudah memberikan pelonggaran dari sisi pencadangan bagi debitur yang direstrukturisasi oleh perbankan. Singkatnya, debitur perbankan yang kreditnya direstrukturisasi sesuai POJK Nomor 11/POJK.03.2020 tentang stimulus Covid-19 status kreditnya boleh ditetapkan lancar alias kolektibilitas 1 (kol 1). Walaupun sejatinya, seluruh kredit yang direstrukturisasi masuk ke kol 2.
Tapi di luar itu, Suria memandang kondisi sekarang juga punya dampak buruk bagi pendapatan perbankan. "Mereka (bank) tidak dapat bunga kredit, bahkan ada yang kreditnya direstrukturisasi sampai setahun. Pendapatannya sudah pasti turun sementara beban tentunya terus naik," katanya kepada Kontan.co.id, Kamis (7/5).
Baca Juga: Bank BUMN akan ditunjuk jadi bank perantara, channeling pinjaman likuiditas