Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rasio kredit macet yang tinggi tampaknya mulai membayangi industri perbankan digital. Setidaknya, kondisi tersebut tercermin dari laporan keuangan bank-bank digital sepanjang 2023 dengan kenaikan non performing loan (NPL).
Dari laporan keuangan bank digital yang sudah rilis, PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) menjadi bank dengan tingkat NPL gross tertinggi. Bank digital milik BRI Grup ini memiliki NPL sebesar 4,4% atau naik 150 basis poin.
Adapun, kenaikan tersebut sejalan dengan menurunnya nilai pencadangan sebanyak 272,43% menjadi Rp 156,4 miliar. Memang, bank ini sedang melakukan efisien dalam hal pencadangan dengan mengoptimalkan penagihan dan penyelesaian untuk kredit yang sudah jatuh tempo.
Alhasil, pencadangan yang turun tersebut membuat NPL meningkat. Meski demikian, Direktur Utama Bank Raya Ida Bagus Ketut pun menilai kualitas aset Bank Raya masih terjaga.
Baca Juga: BJB Gaet Verihubs Percepat Proses Onboarding Digital, Targetkan 1 Juta Pengguna Baru
Bagus bilang efisiensi tersebut telah membuat rasio BOPO yang membaik sepanjang 2023. Pada akhirnya, itu mampu mendukung laba Bank Raya naik 112,47% menjadi Rp 24,35 miliar, saat pendapatan bunga bersih mereka turun 26,2%.
”Dengan kondisi likuiditas dan permodalan yang memadai, serta bisnis digital yang semakin sehat dan berkualitas, perseroan masih memiliki ruang untuk bertumbuh lebih baik di 2024,” ujar Bagus.
Di posisi kedua, ada PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) yang juga memiliki NPL gross cukup tinggi atau berada di level 3,7%. Angka tersebut mengalami kenaikan sekitar 114 basis poin. Selanjutnya, PT Bank Digital BCA ikut mengalami tren kenaikan NPL gross sebanyak 101 basis poin menjadi 1,1%.
Terakhir, ada PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) dengan kenaikan NPL gross hanya sekitar 7 basis poin menjadi 0,08%. Direktur Utama BBHI Indra Utoyo pun menyadari bahwa umur Allo Bank yang relatif masih sangat muda, maka perlu ada penyempurnaan.
Terlebih, terkait kapabilitas manajemen risiko termasuk credit scoring, sistem analisa, dan monitoring berbasis teknologi dan internal control yang kuat untuk menjaga kualitas kredit.
Meski demikian, ia melihat saat ini kualitas kredit di Allo Bank menunjukkan realisasi yang baik. Setidaknya, berada jauh di bawah industri perbankan yang sekitar 2,35%.
”Kami akan terus berupaya menjaga kualitas aset dengan memantau secara ketat portofolio kredit,” tandasnya.
Baca Juga: BRI Siapkan Rp 34 Triliun Uang Tunai Untuk Kebutuhan Lebaran 2024
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch Amin Nurdin berpandangan kenaikan NPL sejatinya bisa disebabkan banyak faktor. Namun, bagi bank digital tak menutup kemungkinan karena mudahnya orang mengakses kredit secara digital.
”Bisa karena memang kreditnya mudah, kan itu juga pemberiannya random,” ujar Amin.
Ia pun menyarankan bank digital ini perlu mengoptimalkan end to end process. Dalam hal ini, terkait proses inisiasi kredit, pembinaan, hingga penagihan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News