kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Kredit macet konstruksi ditaksir masih tinggi


Rabu, 12 April 2017 / 11:02 WIB
Kredit macet konstruksi ditaksir masih tinggi


Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Kredit bermasalah di sektor konstruksi sampai akhir tahun diproyeksi masih tinggi. Tingginya rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) di sektor konstruksi ini salah satunya dikontribusikan dari kontraktor swasta.

Dody Arifianto, Kepala Group Risiko Perekonomian dan Sistem Keuangan LPS memproyeksi, NPL kontruksi sampai akhir 2017 mencapai 4,2% sampai 4,6%. Proyeksi NPL konstruksi ini lebih tinggi dari realisasi akhir 2016 sebesar 3,86%.

"Proses perbaikan kredit macet konstruksi belum bisa optimal sehingga masih tetap tinggi," ujar Dody, Rabu (12/4).

Sebagai gambaran, sampai Januari 2017, berdasarkan data Bank Indonesia, NPL sektor kontruksi masih sebesar 4,51%. Menurut Dody, tingkat risiko di sektor kontruksi memang cukup beragam.

Untuk kontraktor BUMN besar yang sumber pendanannya dari APBN dan APBD memang mempunyai risiko yang cukup rendah. Namun, untuk kontraktor yang pendanaannya campuran terutama dari kontraktor swasta, risikonya memang cukup tinggi.

Beberapa bankir menyebut, salah satu penyebab tingginya risiko kredit di sektor kontruksi terutama kontraktor swasta disebabkan tersendatnya pembayaran beberapa proyek. Apalagi dengan ambisi pemerintah yang berencana mengebut penyelesaian proyek infrastrukur ini diproyeksi menimbulkan risiko salah satunya kredit macet sektor konstruksi

Jahja Setiaatmadja, Direktur Utama BCA mengatakan, secara umum pembiayaan untuk kontraktor satu paket dengan pembiayaan infrastruktur.

"Kebetulan BCA tidak banyak memberikan kredit ke konstruksi," ujar Jahja, Rabu (12/4).

Namun, menurut Dody, secara umum risiko kredit bermasalah sektor konstruksi masih bisa dikelola oleh bank. Apalagi permodalan perbankan di Indonesia masih cukup kuat yaitu berada di angka 23%.

Untuk melakukan mitigasi risiko, bank diharapkan mengoptimalkan tenor pendanaan infrastruktur yang ada agar sesuai dengan profil tenor kredit infrastruktur jangka panjang. Bank juga bisa membagi risiko kredit infrastruktur dengan melakukan sindikasi dan meningkatkan proses monitoring penyaluran kredit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×