Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
Pada Juli lalu, bank berlogo angka 46 ini mengaku punya eksposur kredit senilai Rp 459 miliar yang berasal dari utang bilateral senilai Rp 158 miliar, dan utang sindikasi senilai Rp 301 miliar.
Saat ini, status kredit Duniatex di perseroan juga telah berada di level kolektibilitas 2. Meningkat dibandingkan Juli lalu. Sementara atas eksposur kreditnya tersebut, Putrama juga mengaku perseroan punya jaminan dengan rasio mencapai 250% dari nilai eksposur kreditnya.
“Saat ini masih kolektibiltas 2, kalau jika jatuh pailit baru bisa dikategorikan non performing loan (NPL),” lanjut Putrama.
Perkara kredit macet Duniatex bermula dari kegagalan PT Delta Dunia Sandang Textile (DDST) membayar bunga senilai US$ 13,4 juta pada 10 Juli 2019 atas pinjaman sindikasi senilai US$ 260 juta. Kegagalan tersebut kemudian merembet, DMDT yang menerbitkan obligasi global senilai US$ 300 juta pada 12 Maret lalu gagal membayar bunga pertamanya senilai US$ 12,9 juta pada 12 September 2019.
Baca Juga: NPL merangkak naik, perbankan mulai mewaspadai ancaman kredit macet
Sementara perkara PKPU diajukan oleh salah satu pemasok Duniatex Group yaitu PT Shine Golden Bridge. Dari lansiran Debtwire, dalam permohonannya Shine Golden diketahui menagih utang senilai Rp 1,69 miliar atau setara US$ 121.000.
Sedangkan enam entitas Duniatex yang jadi termohon adalah DMDT, PT Delta Dunia Textile (DDT), PT Delta Merlin Sandang Textile (DMST), DSSAT, dan PT Perusahaan Dagang dan Perindustrian Damai alias Damaitex.
Enam entitas tersebut tercatat menanggung utang senilai Rp 18,79 triliun atau setara US$ 1,33 miliar yang berasal 24 pinjaman bilateral, tiga utang sindikasi, dan utang obligasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News