kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45896,66   8,93   1.01%
  • EMAS1.363.000 -0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kuartal I-2024 KPR Macet Naik 14%, Tapera Dikhawatirkan Makin Tambah Beban Masyarakat


Rabu, 05 Juni 2024 / 05:20 WIB
Kuartal I-2024 KPR Macet Naik 14%, Tapera Dikhawatirkan Makin Tambah Beban Masyarakat
ILUSTRASI. Saham Properti: Pembangunan proyek propeti di Depok, Jawa Barat, Seni (12/2/2024). Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang masuk kategori macet (NPL) tercatat mencapai Rp 14,87 triliun per Maret 2024.


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang masuk kategori bermasalah/macet atau non performing loan (NPL) tercatat mencapai Rp 14,87 triliun per Maret 2024.

Angka tersebut dikutip dari data statistik perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jika dihitung secara tahunan, jumlah kredit bermasalah tersebut naik 14% yoy dari periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 13,04 triliun.

Sementara itu, jumlah pembiayaan KPR yang disalurkan Bank Umum per Maret 2024 tercatat sebesar Rp 637,90 triliun, tumbuh 8,75% yoy dari Rp 586,57 triliun pada tahun sebelumnya.

Baca Juga: KPR Macet Naik 14% Jadi Rp 14,87 Triliun di Kuartal I-2024, Tapera Bakal Tambah Beban

Jika dihitung kembali, maka setidaknya sebanyak 2,33% dari total pembiayaan KPR di Bank Umum mengalami kredit bermasalah.

Di sisi lain jika melihat lebih rinci data Bank Indonesia terkait rasio NPL KPR khususnya segmen rumah tapak, KPR tipe sampai dengan 21 meter persegi mencatatkan tinggi rasio NPL tertinggi dibandingkan yang lainnya, yakni sebesar 3,58% per Maret 2024. 

Padahal KPR tipe ini merupakan kelompok luas rumah untuk KPR subsidi. Faktanya, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih memiliki tingkat kolektibilas yang cukup tinggi meskipun telah diberikan subsidi oleh pemerintah. Maklum saja selain harus membayar kewajiban cicilan tiap bulannya, MBR juga harus memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Belum lagi saat ini tengah ramai persoalan Tabungan Perumahan Rakyat mencuat setelah Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat. 

Baca Juga: Tapera Akan Tambah Beban Bagi Industri Manufaktur Padat Karya

Pasalnya, kebijakan tersebut dianggap memberatkan pekerja yang harus diwajibkan ikut dalam kepesertaan Tapera. Iuran kepesertaannya pun cukup besar dengan penghitungan persentase dari gaji atau upah. 

Jika pekerja berpendapatan di atas UMR, maka setiap bulan gajinya dipotong 2,5%. Di tengah pelemahan ekonomi dan daya beli masyarakat, tentu potongan tersebut sangat memberatkan. Wajar terdapat penolakan dari dunia usaha hingga asosiasi driver ojek online.

Melihat fenomena Tapera, CELIOS sebagai lembaga riset ekonomi dan kebijakan publik meluncurkan Policy Brief berjudul “Tapera untuk Siapa? Menghitung Untung Rugi Kebijakan Tapera”.

Baca Juga: Ditopang KPR, Kredit Konsumer Bank BCA Naik 14,9% hingga Kuartal I 2024

Dalam risetnya, Celios menilai dampak Tapera lebih untungkan pemerintah dibandingkan pelaku usaha dan pekerja.

Sementara itu Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda menyampaikan bahwa kebijakan Tapera berdasarkan hasil simulasi ekonomi menyebabkan penurunan PDB sebesar Rp 1,21 triliun, yang menunjukkan dampak negatif pada keseluruhan output ekonomi nasional. 

“Perhitungan menggunakan model Input-Output juga menunjukkan surplus keuntungan dunia usaha turut mengalami penurunan sebesar Rp 1,03 triliun dan pendapatan pekerja turut terdampak, dengan kontraksi sebesar Rp 200 miliar, yang berarti daya beli masyarakat juga berkurang dan menurunkan permintaan berbagai jenis sektor usaha.” Kata Huda dalam keterangannya, Selasa (4/6).

Sementara itu, Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira mengatakan bahwa efek paling signifikan terlihat pada pengurangan tenaga kerja, di mana kebijakan ini dapat menyebabkan hilangnya 466.830 pekerjaan. 

“Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan iuran wajib Tapera berdampak negatif pada lapangan kerja, karena terjadi pengurangan konsumsi dan investasi oleh perusahaan. Meskipun ada sedikit peningkatan dalam penerimaan negara bersih sebesar Rp 20 miliar, jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan kerugian ekonomi yang terjadi di sektor-sektor lain,” imbuh Bhima.

Huda juga mencermati dampak selama kebijakan Tapera berjalan, masalah backlog perumahan juga belum dapat diatasi. Bahkan jika ditarik lebih jauh ke model Taperum, masalah backlog perumahan ini masih belum terselesaikan. 

Baca Juga: Sarana Multigriya Finansial (SMF) Bukukan Kenaikan Laba 11% pada 2023

“Adapun alasan backlog sempat mengalami penurunan lebih disebabkan oleh perubahan gaya anak muda yang memilih tidak tinggal di hunian permanen atau berpindah-pindah dari satu rumah sewa ke rumah lainnya.” Kata Huda.

Dalam policy brief yang diterbitkan oleh CELIOS, terdapat setidaknya 7 rekomendasi untuk perbaikan Tapera antara lain.

Pertama, melakukan perubahan agar tabungan Tapera hanya diperuntukkan untuk ASN, TNI/Polri, sedangkan pekerja formal dan mandiri bersifat sukarela. 

Kedua, mendorong transparansi pengelolaan dana Tapera termasuk asesmen imbal hasil (yield) dari tiap instrumen penempatan dana.

Ketiga, memperkuat tata kelola dana Tapera dengan pelibatan aktif KPK, dan BPK. 

Keempat, meningkatkan daya beli masyarakat agar kenaikan harga rumah bisa di imbangi dengan naiknya pendapatan rata-rata kelas menengah dan bawah.

Baca Juga: Jumlah Bank Penyalur FLPP pada Tahun 2024 Menurun

Kelima, mengendalikan spekulasi tanah yang menjadi dasar kenaikan ekstrem harga hunian. 

Keenam, menurunkan tingkat suku bunga KPR baik fixed (tetap) maupun floating (mengambang) dengan efisiensi NIM perbankan dan intervensi kebijakan moneter Bank Indonesia. 

Ketujuh, memprioritaskan dana APBN untuk perumahan rakyat dibandingkan mega-proyek yang berdampak kecil terhadap ketersediaan hunian seperti proyek IKN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Pre-IPO : Explained Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM)

[X]
×