Sumber: KONTAN | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) mengalami penurunan laba bersih untuk sembilan bulan pertama tahun ini. Pemicu penurunan laba adalah kenaikan biaya provisi kredit dan penurunan margin bunga.
Hingga September 2008 BII membukukan laba bersih Rp 392 miliar atau lebih rendah 10,7% jika dibandingkan dengan tahun 2007 yang mencapai Rp 439 miliar.
Presiden Direktur BII Henry Ho mengaku sudah memperkirakan penurunan laba di triwulan ketiga. Bank harus memperbesar biaya pencadangan kredit macet. Sebagian besar biaya pencadangan berasal dari kredit pembelian kendaraan bermotor, terutama yang disalurkan oleh PT Wahana Ottomitra Multiartha (WOM) Finance Tbk., anak perusahaan BII.
Pada akhir September, nilai penyaluran kredit BII sebesar Rp 38,054 triliun, naik 25% dibandingkan tahun lalu. Kendati pertumbuhan kredit tinggi, pengelola BII menyatakan akan menjaga agar rasio kredit macet alias non performing loan (NPL) tak melonjak.
Dalam penilaian manajemen BII. banyak faktor yang bisa memicu kenaikan NPL seperti kenaikan laju inflasi. Lalu sentimen pebisnis dan konsumen yang melemah selama kuartal ketiga 2008, dan kenaikan BI rate menjadi 9,5%.
Kenaikan bunga ini menyebabkan bank harus mengeluarkan ongkos lebih mahal. Meski, "Komposisi pendanaan kami bergeser dari deposito yang berbunga tinggi dan tabungan," tambah Henry. Dana di giro turun 24% menjadi Rp 7,221 triliun, sedangkan tabungan naik 51% menjadi Rp 10,045 triliun dan deposito berjangka naik 33% menjadi Rp 24,722 triliun.
Pada akhir September, dana masyarakat di BII naik 21% menjadi Rp 41,989 triliun dibandingkan tahun lalu. Angka pertumbuhan dana BII ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan rata-rata industri, sekitar 10%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News