Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA Layanan kredit perbankan antar wilayah di Indonesia diakui masih mengalami ketimpangan. Hal ini tak lepas dari kesenjangan kemajuan ekonomi antar wilayah yang membuat persebaran populasi perbankan juga tak merata.
Menurut Jahja Setiatmadja, Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA), persoalan timpangnya layanan kredit perbankan tak bisa semata-mata dibebankan kepada pelaku industri perbankan. “Bank kan bukan Yayasan Sosial. Tak mungkin bank membuka cabang di daerah dimana kegiatan ekonomi masih sepi. Kalaupun dipaksakan dibuka lantas tidak ada permintaan kredit, untuk apa?,” kata Jahja di Jakarta, Rabu (24/9).
Dalam mengatasi persoalan timpangnya layanan perbankan, diperlukan pendekatan khomprehensif. Pemerintah harus mampu mempercepat pembangunan infrastruktur antar wilayah serta mendorong pertumbuhan kegiatan industri di berbagai daerah. “Kalau ini terjadi, permintaan kredit di berbagai daerah akan naik. Otomatis bank akan mengikuti untuk membuka cabang. Jangan dibalik pola pikirnya, bank diminta masuk duluan dan menciptakan kegiatan ekonomi didaerah yang masih sepi,” pungkas Jahja.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juli 2014, total kredit yang disalurkan Bank Umum di 6 Provinsi di Pulau Jawa mencapai Rp 2.612,10 triliun. Jumlah ini mencapai 74,73% dari total kredit Bank Umum yang mencapai Rp 3.495,03 triliun.
Pemusatan penyaluran kredit Bank Umum di Pulau Jawa juga terjadi pada periode yang sama tahun lalu. Di bulan Juli 2013, total kredit yang disalurkan Bank Umum di 6 Provinsi di Pulau Jawa mencapai Rp 2.236,81 triliun. Jumlah ini mencapai 74,03% dari total kredit Bank Umum yang mencapai Rp 3.021,12 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News