Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Mandiri Tbk mengakui bahwa sepanjang semester I 2019 likuiditas perseroan kian mengetat. Hal ini tercermin dari posisi loan to deposit ratio (LDR) Bank Mandiri yang mencapai 97,94%, meningkat dari 94,17% pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas menjelaskan Peningkatan ini didorong oleh tingkat pertumbuhan kredit yang lebih tinggi daripada tingkat pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK). Sebab, pada Semester I 2019 pertumbuhan kredit (bank only) mencapai 8,06% secara year on year (yoy), sementara DPK (bank only) tumbuh 4,11% yoy.
Baca Juga: Perluas akses produk, BCA Syariah gandeng Blibli.com
Rohan pun mengakui, jika dibandingkan dengan beberapa bank kompetitor, pertumbuhan DPK Bank Mandiri memang terlihat lebih rendah. Bukan tanpa alasan, menurutnya hal ini dilakukan sesuai dengan strategi Bank Mandiri untuk tidak terlalu agresif dalam memberikan suku bunga spesial sehingga dapat menjaga margin pendapatan bunga tetap stabil.
Hasilnya, margin bunga bersih alias net interest margin (NIM) bank berlogo pita emas ini mencapai 5,49% per kuartal II 2019 atau turun 2 basis poin (bps) dari kuartal II tahun sebelumnya. "Jauh lebih baik dari beberapa bank pesaing yang penurunannya mencapai 50-60 bps," terang Rohan kepada Kontan.co.id, Senin (29/7).
Pihaknya menambahkan, dalam melihat kondisi likuiditas, Bank Mandiri tidak hanya menggunakan LDR sebagai indikator, namun juga melihat beberapa indikator lain yang lebih menggambarkan kondisi likuiditas yaitu Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR).
Baca Juga: Laba Maybank turun 18,86%, ini penyebabnya
Sampai dengan Juni 2019, rasio LCR Bank Mandiri cukup baik di angka 170%, dan NSFR di angka 116%, jauh di atas level yang ditetapkan oleh regulator yaitu 100%.
Bank bersandi bursa BMRI (anggota indeks Kompas100) ini menambahkan, tren suku bunga yang menurun memberikan tantangan sendiri bagi perbankan. Terdapat kekhawatiran akan suku bunga DPK yang menjadi kurang menarik, sehingga akan memicu persaingan DPK dengan pemberian suku bunga special.