Reporter: Adhitya Himawan, Nina Dwiantika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Industri perbankan Indonesia masih kekeringan sumber dana. Bank Indonesia (BI) mengendus pengetatan likuiditas marak terjadi di bank BUKU II dan BUKU III, yang justru kian gencar menyalurkan kredit.
"Mereka harus hati-hati, karena kalau tidak, mereka akan menaikkan suku bunga sehingga memperburuk risiko kredit," jelas Halim Alamsyah, Deputi Gubernur BI, pekan lalu. Halim bilang, BI sudah melakukan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), untuk memantau kondisi likuiditas perbankan.
Bank dengan kegiatan usaha (BUKU) II memiliki modal inti antara Rp 1 triliun sampai kurang dari Rp 5 triliun. Sedangkan BUKU III antara Rp 5 triliun hingga kurang dari Rp 30 triliun.
Diakui BI, memang hanya beberapa bank BUKU II dan BUKU III yang likuiditasnya mengetat. "Secara keseluruhan, likuiditas bank mulai membaik," tambah Halim.
BI memprediksi rata-rata pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) perbankan hingga akhir tahun nanti mencapai sekitar 14%–15%. Dari proyeksi tersebut berarti DPK hingga akhir 2014 akan berjumlah Rp 4.176,92 triliun hingga Rp 4.213,56 triliun, dibandingkan dengan posisi akhir Desember 2013 senilai Rp 3.663,96 triliun. Adapun, realisasi DPK perbankan per Juni 2014 mencapai Rp 3.724,7 triliun, alias tumbuh 13,7% dibandingkan periode sama tahun 2013.
PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk merupakan salah satu bank kelas menengah di BUKU III yang kondisi likuiditasnya ketat. Per 30 Juni lalu, loan to deposit ratio (LDR) bank bersandi saham BTPN itu naik menjadi 95%, dibandingkan periode Juni 2013 yang sebesar 91%.
"Secara keseluruhan kondisi likuiditas yang tercermin melalui LDR memang menunjukkan tren yang lebih ketat dibandingkan tahun lalu, meskipun kondisi tersebut masih tetap berada pada level yang normal," terang Anika Faisal, Direktur BTPN, kepada KONTAN, pekan lalu.
Namun, Anika menegaskan, rasio LDR itu hanya memperhitungkan DPK. Padahal, sumber pendanaan bank juga dapat berasal dari penerbitan obligasi, pinjaman bilateral jangka panjang, permodalan, serta sumber lain. Jika perhitungan pendanaan juga memasukkan dana dari pasar modal dan pinjaman jangka panjang, maka likuiditas BTPN yang tercermin dari loan to funding ratio (LFR) hanya 85%. "Jadi kondisi likuiditas BTPN tetap terjaga pada level yang sehat dan kuat," ujarnya.
LDR di atas 100%
Di sisi lain, sejumlah bank mencatat LDR di atas 100%. Salah satunya Bank Sumitomo Mitsui Indonesia, per akhir Juni lalu mencatatkan LDR sebesar 254,51%, yang melonjak sebesar 199,46% dari periode sama 2013.
LDR tersebut jauh di atas ketentuan yang digariskan oleh BI maksimal sebesar 92%. Tingginya LDR Bank Sumitomo Mitsui seiring lonjakan kredit yang disalurkan dari Rp 26,74 triliun menjadi Rp 33,51 triliun alias naik 25,31%. Sementara itu, DPK bank ini justru turun dari Rp 13,40 triliun menjadi Rp 13,16 triliun.
Tak cuma itu, Bank Sumitomo sampai saat ini tidak mempunyai tabungan sebagai salah satu komposisi dana murah alias current account savings account (CASA). Bank ini hanya mengandalkan giro. Tak heran, kondisi tersebut menyebabkan likuiditas Bank Sumitomo Mitsui Indonesia menjadi sangat ketat.
KONTAN telah berusaha meminta konfirmasi manajemen Bank Sumitomo Mitsui. Sayangnya, Hayashi dari Divisi Tresury Bank Sumitomo Mitsui Indonesia menolak memberikan jawaban. "Kebijakan kami tidak bisa memberikan komentar apapun," kata Hayashi saat dihubungi KONTAN, pekan lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News