Reporter: Ferrika Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu sepakat bahwa peserta yang terlibat adalah perusahaan sehat. Sebagaimana LPS, lembaga ini tidak berwenang memperbaiki likuiditas perusahaan, tetapi menutup dan mengembalikan dana nasabah jika perusahaan mengalami krisis keuangan.
Berkaca terhadap pendirian LPS pada 2005 yang memakan biaya hingga Rp 4 triliun, Togar berharap pemerintah menganggarkan dana serupa untuk pendirian lembaga penjamin polis asuransi.
“Dana Rp 4 triliun itu untuk asuransi jiwa, umum dan syariah. Nantinya dana LPP yang dikumpulkan digunakan sesuai peruntukannya yaitu asuransi jiwa untuk jiwa, asuransi umum untuk umum dan dikumpulkan syariah untuk syariah. Jadi adil,” terangnya.
Baca Juga: Diusulkan Dalam Prolegnas 2020-2024, OJK Bakal Diawasi Oleh Lembaga Pengawas
Adapun produk asuransi jiwa yang dijamin adalah asuransi tradisional, kesehatan, kecelakaan dan proteksi unitlink. Sedangkan investasi unitlink serta investasi dengan jaminan return di atas rate Bank Indonesia (BI) tidak dijamin tapi menjadi tanggung jawab nasabah.
Sementara batasan uang pertanggungan nasabah yang dijamin maksimal Rp 500 juta. Untuk indikator kesehatan keuangan asuransi, menggunakan perhitungan modal minimum berbasis risiko (MMBR). Saat ini masih tahap pembahasan terkait batasan MMBR, yang jelas semakin berisiko suatu perusahaan maka makin tinggi tarif preminya.
Baca Juga: Penjamin polis tak jamin penyebab moral hazard
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody AS Dalimunthe mengaku untuk tarif premi, batasan uang pertanggungan dan kriteria perusahaan yang dilibatkan masih tahap kajian. Meski demikian, produk asuransi umum yang nanti dijamin seperti asuransi properti, kendaraan bermotor dan kecelakaan diri.
“Produk yang dijamin pada dasarnya adalah produk yang banyak dibeli masyarakat. Tapi masyarakat tidak banyak terlibat dalam penentuan coverage polis serta penetapan tarif premi,” ujarnya.
Selain memberikan kepercayaan ke masyarakat, ia berharap lembaga penjamin polis asuransi dapat meningkatkan penetrasi asuransi di Indonesia. Industri juga ingin pembentukan lembaga ini tidak terlalu membebani biaya pemain asuransi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News