Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Untuk ekspansi kredit, PT Astra Credit Company akan menarik pinjaman sindikasi lebih dari US$ 350 juta dari bank asal Jepang dan Taiwan. Presiden Direktur PT Astra Credit Company (ACC) Jodjana Jody, pinjaman sindikasi ini akan ditandatangani akhir Mei atau awal April. "Pinjaman bank tersebut sebagai penyeimbang sumber dana ACC," ujar Jodjana ke KONTAN akhir pekan lalu (28/3).
Cuma dengan alasan akan diungkapkan pada saat penekenan kredit, Jodjana masih enggan menyebutkan besaran bunga pinjaman berikut jangka waktu pinjaman. "Yang pasti, kami mempertimbangkan cost of fund dan kebutuhan likuiditas kami," ujar dia.
Sebab, selain pinjaman dari dua bank tersebut, ACC juga akan menerbitkan surat utang pada kuartal ke dua tahun ini sebesar Rp 1,95 triliun dengan jangka waktu tiga tahun. Ini adalah bagian dari obligasi berkelanjutan dengan total sebesar Rp 10 triliun.
Jodjana menjelaskan, penerbitan obligasi pada kuartal kedua tahun ini adalah penerbitan yang ketiga. Sebelumnya, yakni di tahun 2013, ACC sudah menerbitan surat utang pertama dengan besaran Rp 1,7 triliun, dan yang kedua Rp 1,8 triliun.
Alhasil, "Dari Rp 10 triliun, kami masih ada sisa Rp 4,5 triliun," tandas dia. Seluruh hasil penerbitan obligasi dan pinjaman bank rencananya akan digunakan untuk pembiayaan ACC.
Tahun ini, anak perusahaan Astra Grup ini memasang target untuk menggelontorkan pembiayaan sekitar Rp 26 triliun. Jumlah ini untuk membiayai sekitar 200.000 unit kendaraan.
Jika kredit ini tercapai, ini artinya, pembiayaan ACC sama dengan realisasi tahun 2013 lalu. Dari catatan KONTAN, sepanjang tahun lalu, ACC ini sukses mengemas pembiayaan sebesar Rp 26,14 triliun.
Angka ini tumbuh 13% dari pencapaian tahun 2012 sebesar Rp 23,16 triliun. Raihan itu dicapai dari membiayai 193.500 unit kendaraan atau bertumbuh 17% dari sepanjang 2012 sebesar 166.000 unit.
Jodjana bilang, tak bergesernya target kredit tahun ini lantaran penjualan mobil tahun ini diperkirakan akan melambat. Perlambatan ekonomi, persaingan bisnis dengan bank serta aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seperti loan to value yang mewajibkan nasabah menyediakan uang muka 30% dari kredit yang diambil menekan bisnis pembiayaan mobil. "Target kami mengikuti industri, jika industri mobil naik, kami juga," ujar dia.
Dari total pembiayaan Rp 26 triliun, berdasarkan histori perusahaan ini selama bertahun-tahun, pembiayaan mayoritas adalah mobil baru yakni 65%-68%, sisanya untuk mobil seken.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News