Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kartu kredit syariah adalah sebuah paradoks. Sebab, bisnis kartu kredit yang mengandalkan bunga sebagai pendapatannya tak sesuai dengan prinsip syariah. Meski demikian, beberapa bank sejatinya mulai membidik bisnis ini bertajuk kartu pembiayaan, tentu disesuaikan dengan prinsip syariah.
General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Martha menjelaskan bank syariah yang ingin berpartisipasi dalam bisnis kartu kredit sejatinya memang punya tantangan besar.
Baca Juga: Likuiditas masih seret, bank aktif transaksi di pasar uang antar bank (PUAB)
“Secara alamiah bisnisnya memang berlawanan, kartu kredit yang mengandalkan bunga dari cicilan dengan prinsip syariah. Agak sedikit sulit memang untuk diterima masyarakat, selain pemain dan portofolionya juga masih sedikit dibandingkan dengan kartu kredit konvensional,” katanya kepada Kontan.co.id, Senin (26/8).
Padahal kata Steve, bisnis model kartu pembiayaan sejatinya memang berbeda dengan kartu kredit konvensional. Ini yang menurut Steve menjadi tugas bagi bank syariah untuk mempopulerkan konsep kartu pembiayaan untuk meningkatkan akseptasi masyarakat. Sebab menurutnya potensi industri syariah sejatinya memang besar.
Saat ini, baru ada dua bank yang PT Bank BNI Syariah, dan unit usaha syariah (UUS) PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA, anggota indeks Kompas100) yang memiliki produk kartu pembiayaan.
Baca Juga: Pasar otomotif lesu, MTF kejar pembiayaan multiguna
General Manager Card Business Division BNI Syariah Endang Rosawati juga mengakui hal tersebut memang edukasi terkait kartu pembiayaan syariah memang tugas yang tak mudah.
“Perlu edukasi yang intens, mengingat konsep akad kartu pembiayaan dengan kartu kredit konvensional berbeda. Akad kartu pembiayaan berdasarkan penjaminan bank kepada merchant, dimana nilai penjaminannya akan disesuaikan dengan limit yang diberikan bank kepada nasabah,” jelasnya kepada Kontan.co.id.