Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hari ini, Kamis (18/10) diperingati sebagai hari asuransi nasional atau yang lebih populer disebut insurance day. Selain untuk dirayakan, momen tahun ini sepertinya cocok dimanfaatkan sebagai ajang pembelajaran.
Masih ada setumpuk pekerjaan rumah yang mesti dibenahi industri asuransi. Contohnya angka penetrasi asuransi yang masih berkisar di angka 6%. Bahkan hasil survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2017 mencatat angka literasi asuransi di Indonesia malah menurun jadi 15,76%. Padahal pada survei tahun 2013, angkanya masih sebesar 17,84%.
Artinya dari 100 penduduk Indonesia, tak sampai 16 orang diantaranya yang sudah mengenal lembaga jasa keuangan asuransi.
Saat tantangan soal literasi masih besar, justru masalah keuangan salah satu pemain besar yang kini terangkat. PT Asuransi Jiwasraya, perusahaan asuransi jiwa milik negara dengan aset sebesar Rp 45,6 triliun di tahun lalu, mengalami masalah likuiditas dalam membayar klaim saving plan yang jatuh tempo.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mengakui masalah ini patut jadi pembelajaran dalam menjalankan roda bisnis.
Berkaca pada masalah Jiwasraya, Deputi Komisioner Pengawas IKNB II OJK Moch. Ichsanuddin mengatakan, perusahaan asuransi mesti hati-hati kalau menjanjikan imbal yang melekat pada produk yang dipasarkan.
"Kalau menjanjikan return jangan tinggi-tinggi kalau memang susah untuk memenuhinya," kata dia, Kamis (18/10).
Saat sebuah polis saving plan jatuh tempo, perusahaan asuransi harus membayar nilai pokok dan bunga. Makanya, perusahaan asuransi harus melakukan antisipasi dengan menempatkan investasi di instrumen yang likuid.
Penyesuaian antara aset dan kewajiban pun mutlak dibutuhkan. Terutama untuk asuransi jiwa yang perputaran uangnya relatif dalam jangka panjang.
Sementara itu masih ada sejumlah pertanyaan lain terkait masalah yang menerpa Jiwasraya. Misalnya saja dari langkah manajemen baru yang melakukan audit ulang terhadap kondisi keuangan perusahaan. Soal ini, Ichsanuddin bilang pihaknya masih menunggu audit investigasi yang dilakukan BPK dan BPKP untuk bisa mendapat gambaran yang lebih utuh.
Tapi bila dilihat selintas, laporan keuangan Jiwaraya hasil audit ulang memang menunjukan sejumlah perubahan yang cukup signifikan. Ambil contoh pos laba bersih yang terjun bebas dari Rp 2,4 triliun menjadi cuma Rp 360,3 miliar.
Melihat hal ini, ia menyinggung kasus lain yang berkaitan laporan keuangan. Tak lain adalah soal SNP Finance.
Bermula dari kasus gagal bayar MTN, masalah perusahaan pembiayaan tersebut terus melebar. Sampai regulator pun mengganjar sanksi pembatalan pendaftaran kepada Kantor Akuntan Publik Satrio Bing Eny & Rekan (KAP SBE) yang merupakan entitas dari Deloitte Indonesia.
Sanksi ini disebutnya turut jadi perhatian dunia internasional. Efeknya juga membuat auditor kini jadi makin berhati-hati.
Kedua masalah ini, menurut dia, juga harus menjadi pelajaran bagi akuntan publik. Dalam menjalankan tugasnya, mereka harus selalu berpegang pada standar operasional dan pedoman-pedoman lain yang harus ditaati.
"Sehingga ini harus menjadi pelajaran bagi semuanya. Bukan hanya untuk satu atau dua perusahaan asuransi," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News