kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Menilik rencana ekspansi Grup Salim di bisnis perbankan usai beli saham Bank Mega


Minggu, 10 Januari 2021 / 21:09 WIB
Menilik rencana ekspansi Grup Salim di bisnis perbankan usai beli saham Bank Mega
ILUSTRASI. Petugas teller melayani nasabah di kantor cabang Bank Mega Tendean Jakarta, Rabu (10/6). ./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/10/06/2020.


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah Grup Salim untuk kembali melebarkan sayapnya ke bisnis perbankan mulai terang. Hal ini bisa dilihat dari langkah terbaru Grup Salim, lewat PT Indolife Pensiontama membeli 422,8 juta saham PT Bank Mega Tbk (MEGA), bank milik pengusaha Chairul Tanjung. 

Nilai pembelian Salim Grup ini setara 6,07% saham Bank Mega.

Sejatinya, kembalinya Grup Salim ke industri perbankan sudah ditandai dengan keseriusannya lewat pengambilan saham di PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA). Saat ini, tercatat Grup Salim memegang kepemilikan sebesar 22,47% di BINA. 

Baca Juga: Grup Salim beli saham Bank Mega, apa dampaknya ke bisnis Bank Ina Perdana?

Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma menilai, masuknya Grup Salim ke bisnis perbankan bukan hal baru. Memang, bila menelisik ke belakang Grup Salim memang pernah tercatat sebagai pemilik PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang saat ini menjadi bank swasta terbesar di Indonesia. 

Pasca krisis 1998, Grup Salim kala itu memang harus rela melepas kepemilikan BCA yang kemudian dibeli oleh Grup Djarum. Rekam jejak Grup Salim di perbankan pun sudah berlangsung jauh sebelum itu. Tepatnya sejak 1954 Sudono Salim menjadi pendiri Bank Windu Kencana. 

Tidak lama berselang, di tahun 1956 Salim kembali mendirikan bank dengan nama NV Bank Asia. Baru kemudian di 1957 Liem Sioe Liong kembali mendirikan bank yang menjadi cikal bakal Bank Central Asia (BCA). 

Suria menambahkan, rencana masuknya Grup Salim di Bank Mega rupanya juga sudah pernah terdengar beberapa tahun lalu. Kalaupun saat ini Grup Salim masuk sebagai pemegang saham 6,07% di Bank Mega, menurutnya porsi tersebut tidak terlalu signifikan untuk membuat perubahan kebijakan. 

Baca Juga: Asyik, sederet bank besar membuka peluang untuk turunkan lagi bunga kredit

Tetapi, bisa saja Grup Salim memutuskan untuk menambah porsinya di Bank Mega kelak. Hanya saja, untuk saat ini valuasi MEGA menurut Suria tidak bisa dibilang murah. "BVPS (book value per share) MEGA itu sekitar Rp 2.300. Jadi, saat ini hampir mendekati 4 kali PBV (price book value)," katanya kepada Kontan.co.id, Minggu (10/1) malam.

Dia juga bilang, kalaupun Grup Salim akan menambah porsinya di Bank Mega, kemungkinan besar akan dilakukan di bawah harga sekarang. Sebagai informasi saja, pada perdagangan Jumat (8/1) lalu saham Bank Mega ditutup pada level Rp 8.875 atau naik 19,93% dari harga penutupan pada perdagangan sebelumnya. 

"Valuasi MEGA sudah premium kalau menurut saya. Bank-bank besar selain BBCA, valuasinya jauh lebih murah," imbuh Suria.

Sementara itu, Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib pun angkat bicara. Menurutnya, dengan masuknya Grup Salim sebagai pemegang saham minoritas perseroan belum akan mengubah fokus bisnis Bank Mega. 

Tapi di sisi lain, Kostaman berharap dengan masuknya PT Indolife Pensiontama bisa memberikan nilai tambah (added value) bagi bisnis bank yang dinahkodainya ke depan. "Fokus bisnis Bank Mega tidak mengalami perubahan," singkatnya. 

Corporate Secretary Bank Mega Christine Damanik juga menegaskan, dengan bertambahnya jumlah saham Indolife di Bank Mega sejatinya tidak mengurangi porsi kepemilikan Mega Corpora sebagai induk. Dus, dari segi bisnis dipastikan tidak akan ada perubahan. Sebagai catatan saja, per 10 Desember 2020 pemegang saham Bank Mega terdiri atas Mega Corpora sebesar 58,01% dan publik 41,98%.

Baca Juga: Bank BUMN pastikan biaya dana bakal tetap melandai di tahun 2021

Hal serupa juga diserukan oleh Direktur Utama Bank Ina Perdana, Daniel Budirahayu. Dia menjelaskan meskipun pemegang saham perusahaan telah mencaplok saham Bank Mega, sejatinya pokok bisnis Bank Ina belum bakal berubah. 

Pun, untuk kemungkinan bakal terjadinya kolaborasi antara Bank Mega dengan Bank Ina dalam waktu dekat masih belum bisa dipastikan. "Untuk sementara, belum ada rencana kesana (kolaborasi). Karena masing-masing bank sudah punya rencana bisnis dan segmen bisnis tersendiri," terangnya.

Lagipula untuk tahun ini, Bank Ina menyebut pihaknya sudah punya rencana bisnis. Salah satunya adalah mengembangkan infrastruktur sekaligus teknologi digital perbankan di Bank Ina untuk lebih banyak menjajal potensi bisnis. "Kami berharap sebelum akhir tahun, kami bisa menyediakan layanan digital," jelasnya. 

Sebagai informasi saja, Daniel sebelumnya menjelaskan kalau strategi bisnis Bank Ina tahun ini akan fokus ke kredit melalui skema supply chain. Pihaknya pun memproyeksi pertumbuhan kredit mampu tumbuh dua digit. 

Selanjutnya: BNI tetap penuhi kebutuhan transaksi keuangan di wilayah yang terapkan PPKM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×