Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) memang telah mengumumkan besaran dividen yang akan dibagikan dari hasil kinerjanya sepanjang tahun 2023. Namun, dividen yield yang mini jika dibandingkan dengan bank big caps lainnya membuat saham ini tak menarik bagi jenis investor yang merupakan dividen hunter.
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 14 Maret 2024, BCA memutuskan akan membagikan dividen senilai Rp 33,2 triliun atau setara Rp 270 per saham. Itu sudah termasuk dividen interim yang sudah dibagikan pada akhir tahun lalu senilai Rp 5,2 triliun.
Secara rasio dividen, BCA secara konsisten memang telah menaikkan dalam beberapa tahun terakhir. Di mana, tahun ini rasio dividen yang dibagikan setara dengan 68% dari laba bersih BCA di 2023 yang senilai Rp 48,6 triliun.
Berdasarkan data RTI, dividen payout ratio (DPR) BCA di tahun sebelumnya di sekitar 62,12%. Di tahun sebelumnya lagi, DPR nya hanya sekitar 49,02% dari total laba perusahaan.
Baca Juga: Saham Bank Big Caps Tersengat Momen Dividen, Akankah Ada Peluang Kenaikan Lagi?
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengungkapkan bahwa peningkatan rasio dividen perlu dilakukan secara bertahap. Artinya, ada arah untuk menaikkan rasio dividen tiap tahunnya.
“Selama tidak ada kebutuhan untuk organic growth,” ujar Jahja kepada KONTAN, Kamis (14/3).
Seperti diketahui, selain untuk pembagian dividen, laba bersih BCA di tahun 2023 digunakan untuk dana cadangan dan laba ditahan. Di mana, jumlah untuk dana cadangan senilai Rp 486,39 miliar dan sisanya untuk laba ditahan.
Meski demikian, Jahja mengungkapkan bahwa belum ada rencana ekspansi apapun untuk penggunaan laba bersih yang disisihkan menjadi laba ditahan.
Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim menambahkan, BCA tak menjanjikan rasio dividen yang besar tiap tahunnya. Ia hanya bilang kalau ekonomi bagus maka pembagian dividen pun pasti dilakukan.
“Kita lihat tiap tahun saja ya,” tambah Vera.
Jika menggunakan harga penutupan perdagangan hari ini (14/3), dividen yield BCA sejatinya terlihat paling mini di antara bank big caps lainnya. Walaupun rasio dividennya terus tumbuh namun harga saham BCA pun sudah termasuk paling tinggi dari lainnya.
Harga BBCA ditutup pada perdagangan hari ini di level Rp 10.325 per saham. Dengan dividen per saham yang belum dibagikan senilai Rp 227,5, maka yield dividen BBCA berada di kisaran 2,2%.
Jika diurutkan dari bank-bank big caps lainnya, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) tercatat yang memiliki dividen yield paling tinggi sekitar 4,78% dengan menggunakan harga penutupan Rp 7.400 per saham.
Disusul oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang akan membagikan dividen senilai Rp 280,49 per saham maka yieldnya sekitar 4,5%. Terakhir, ada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang memiliki dividen yield sebesar 3,82%.
Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto mengungkapkan bahwa sejatinya bagi investor yang mengincar dividen tentu yang menarik sebenarnya yang memiliki dividen yield mencapai 5% atau lebih.
Itupun, masuknya juga tidak terlalu mepet dengan cum date karena biasanya harganya sudah naik. Maka, harus jeli dari jauh hari memperkirakan nilai dividen, jadi sebelum pengumuman sudah tahu perkiraan nilai dan seberapa menarik bagi para investor.
Ia bilang dengan harga saham BBCA yang jaug lebih mahal dibandingkan dengan bank big caps lainnya, maka sudah dipastikan dividen yield yang diberikan akan menjadi paling kecil.
“Jika dibandingkan BBRI, BMRI, BBNI jadinya kurang menarik kalau hanya lihat faktor dividen aja,” ujarn Pandhu, Kamis (14/3).
Lebih lanjut, ia melihat saham BBCA ini lebih cocok untuk dikoleksi dalam jangka panjang. Di mana, bank big caps seperti BCA memiliki sumber daya yang lebih besar sehingga memungkinkan mereka untuk melakukan ekspansi lebih kuat.
Ia pun merekomendasikan bagi investor yang ingin mengoleksi saham BCA menunggu adanya koreksi setelah momen dividen ini lewat. Mengingat, saat ini harganya sudah terlalu tinggi.
“Namun mengingat pergerakan saham dan bursa itu tidak selamanya menguat, tentu lebih baik untuk mulai membeli ketika terjadi koreksi, bukan ketika tembus ATH. Target harganya Rp 10.600,” ujar Pandhu.
Baca Juga: NPL Perbankan di Sektor Properti Naik, Begini Kata Bankir dan OJK
Sependapat, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus melihat bagi para dividen hunter tampaknya tidak terlalu mengincar dividen dari BBCA.
Menurutnya, investor yang mengoleksi BBCA selama ini lebih mengincar keuntungan dari capital gain. Artinya, pembagian dividen hanya sebagai gula-gula yang membuat saham ini terlihat lebih menarik.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa rasio dividen yang tak besar seperti bank-bank lainnya bukan berarti bank ini pelit. Namun, ada kemungkinan laba ditahan bakal digunakan untuk ekspansi perusahaan yang justru bisa menjadi sentimen positif.
“Kalau bank jor-joran kasih dividen tinggi kan nanti jadi beban sendiri setiap tahun harus lebih besar dividennya,” tambahnya.
Dengan fundamental yang bagus, Nico pun melihat BBCA masih memiliki daya tarik untuk dikoleksi dalam jangka panjang. Saat ini, ia menetapkan target harga untuk BBCA di angka Rp 10.700 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News