Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Musim pemaparan laporan keuangan perbankan pada semester I-2025 telah tiba. Meski mata investor tetap mencermati, analis menilai hasil kinerja keuangan bank tak bakal banyak menggerakkan harga saham perbankan.
Di kalangan bank besar, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) telah mengawali pemaparan laporan keuangan dengan laba bersih senilai Rp 10 triliun. Catatan tersebut turun 5,6% secara tahunan (YoY).
Laba bersih BNI pada periode ini ditopang oleh pendapatan bunga bersih yang naik 2,3% YoY. Nilainya dari Rp 19,1 triliun menjadi Rp 19,5 triliun.
Baca Juga: BTN Tak Khawatir di Tengah Kondisi Likuiditas Valas yang Kian Ketat
Di sisi lain, pendapatan non bunga dari BNI justru mengalami penurunan. Pada Juni 2024 nilainya sekitar Rp 10,9 triliun turun jadi Rp 10,6 triliun.
Penurunan laba juga turut dipengaruhi oleh beban provisi yang juga membengkak 7,9% YoY menjadi Rp 3,78 triliun.
Selain itu, ada juga PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) yang pada periode sama membukukan laba bersih Rp 1,4 triliun. Laba tersebut naik tipis sekitar 4,33% YoY dari periode sama tahun sebelumnya senilai Rp 1,36 triliun.
Peningkatan laba bersih tersebut terutama didukung oleh peningkatan pendapatan operasional lainnya atau fee based income terutama penjualan surat berharga yang naik 38,4% menjadi Rp 134,28 miliar.
Investment Analyst Edvisor Provina Visindo Indy Naila melihat kinerja perbankan dari sisi profitabilitas belum akan pulih karena pertumbuhan kredit juga masih melemah. Alhasil, saham perbankan masih akan tertekan dulu untuk saat ini.
“Investor juga lebih selektif untuk membeli saham bank lagi,” ujar Indy, Jumat (25/7).
Baca Juga: Bisnis Keagenan Perbankan Catat Pertumbuhan Signifikan
Meski demikian, ia tak memungkiri investor untuk sekarang tetap bakal memantau laporan keuangan semester I-2025 ini. Di mana, bisa berdampak akumulasi dan juga terus memantau outlook suku bunga acuan.
“Sepertinya akan bergerak cukup sideways dulu jika kinerja masih agak tertekan, memantau dari sisi margin profitabilitas dulu,” tambahnya.
Indy pun menyarankan investor untuk memantau saham seperti PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) atau PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI).
Alasannya, dua saham ini memiliki historis dividen yang masih cukup besar dan secara valuasi masih rendah sehingga bisa diakumulasi untuk jangka panjang.
Seperti diketahui, harga BMRI telah tercatat turun 17,72% YoY sejak awal tahun menjadi Rp 4.690 per saham. Sementara, harga BBRI di periode yang sama telah turun 4,9% menjadi Rp 3.880 per saham.
“Targer BMRI dan BBRI masih sama, yaitu Rp 6.100 dan Rp 5.200,” ujarnya.
Head of Research RHB Sekuritas Indonesia, Andrey Wijaya mengungkapkan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) tetap menjadi unggulan jika melihat dari sisi kinerja.
Baca Juga: Bisnis Agen Laku Pandai Terus Bertaji, Pendapatan Komisi Bank Makin Tebal
Meski belum mengumumkan kinerja terbarunya, laba BCA tumbuh maksimal mencapai 16,3% YoY di periode Januari-Mei 2025.
“Bank ini telah mencapai 44% dari perkiraan kami untuk laba BCA sampai akhir tahun,” ujarnya.
Andre pun juga menyoroti PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) yang terpantau stabil dengan pertumbuhan laba hingga Mei 2025 tumbuh 5% YoY. Pencapaian laba BRIS di periode tersebut sudah setara dengan 36% dari perkiraan target RHB Sekuritas.
Hanya saja, ia menilai BRIS perlu momentum yang lebih kuat dalam beberapa bulan mendatang. Tujuannya untuk mencapai target mereka di sepanjang 2025 ini.
Terkait saham perbankan sendiri, ia menilai investor terlihat berhati-hati masuk ke sektor ini. Hingga akhir tahun 2025, ia menilai sektor perbankan Indonesia diperdagangkan pada rata-rata PBV sebesae 2,5x.
“BBCA terus memimpin dalam valuasi pada 3,8x P/BV, didukung oleh profitabilitasnya yang unggul,” tambahnya.
Tak jauh berbeda, Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus juga merekomendasikan BBCA dan BRIS untuk saham perbankan. Dengan tambahan, ia menilai saham PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) juga menarik.
“Tahun ini rasanya agak menjadi tahun yang cukup sulit untuk industri perbankan, terutama bank BUMN,” ujarnya.
Baca Juga: Kondisi Likuiditas Valas Perbankan Makin Parah, Ini Penyebabnya
Untuk BBCA, Nico melihat memang saham perbankan yang satu ini selalu menjadi rekomendasi di sektor ini. Kemampuan BBCA dalam menjaga profitabilitas menjadi alasan utamanya. Ia pun menargetkan BBCA mencapai level Rp 11.200 per saham.
Selanjutnya, ia juga berpandangan bahwa BRIS menarik. Alasannya. bisnis pembiayaan emas milik bank syariah ini mampu tumbuh 52%, treasury tumbuh 47%, dan e-channel tumbuh +34%.
“Di tengah situasi dan kondisi yang ada saat ini, harga emas yang terus mengalami kenaikan juga menjadi magnet bagi masyarakat untuk ikut ambil bagian. Target harganya di Rp 3.480,” jelas Nico.
Terakhir, ada BNGA yang jadi salah satu rekomendasi unggulan dengan target harga Rp 2.110 per saham. Ia melihat BNGA ini selalu melakukan langkah untuk terus berusaha mengembangkan dari sisi teknologi yang dimiliki.
Selanjutnya: Humpuss Maritim Internasional (HUMI) Restrukturisasi Aset Armada, Simak Rinciannya
Menarik Dibaca: Bank Sampah Sekolah dan Aksi Bersih Sungai Jadi Langkah Wings Peduli Tekan Polusi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News