kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.430.000   -10.000   -0,69%
  • USD/IDR 15.243   97,00   0,63%
  • IDX 7.905   76,26   0,97%
  • KOMPAS100 1.208   12,11   1,01%
  • LQ45 980   9,43   0,97%
  • ISSI 230   1,69   0,74%
  • IDX30 500   4,71   0,95%
  • IDXHIDIV20 602   4,65   0,78%
  • IDX80 137   1,32   0,97%
  • IDXV30 141   0,53   0,38%
  • IDXQ30 167   1,08   0,65%

NIM Perbankan Masih Gemuk, Bankir: Harus Dijaga di Level yang Sehat


Sabtu, 14 Oktober 2023 / 06:30 WIB
NIM Perbankan Masih Gemuk, Bankir: Harus Dijaga di Level yang Sehat
ILUSTRASI. Petugas teller melayani nasabah di kantor cabang BCA Thamrin Jakarta, Jumat (2/7). /pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/02/07/2021.


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) industri perbankan semakin menggemuk. Bahkan, NIM bank di Indonesia terbilang tinggi dibandingkan kawasan. Artinya, potensi keuntungan perbankan dari dana yang disalurkan semakin besar.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), posisi NIM industri perbankan per Agustus 2023 berada di level 4,87%, angka tersebut tumbuh 14 basis poin (bps) secara tahunan atau year on year (YoY).

Direktur Keuangan Bank Mandiri Sigit Prastowo memandang, bahwa level NIM bank perlu berada di level yang sehat yaitu mampu mendorong pertumbuhan bisnis secara jangka panjang di mana Bank perlu meng-cover biaya operasional, biaya provisi kredit, hingga kebutuhan permodalan.

Pada semester I 2023 NIM Bank Mandiri secara konsolidasi naik 19 bps secara YoY menjadi sebesar 5,56%.

Baca Juga: Hati-hati, Kualitas Kredit Kendaraan Bermotor Rawan Tergelincir

"Dengan basis CASA yang kuat, kami meyakini bahwa NIM Bank Mandiri pada akhir tahun 2023 masih akan dalam range guidance yakni sebesar 5,3%-5,6%," ujar Sigit.

Sementara itu, Bagi Bank BCA, NIM bukan merupakan suatu target, namun merupakan refleksi dari berbagai faktor seperti pergerakan suku bunga pasar dan peningkatan portofolio kredit. Faktor biaya dana (cost of fund/ CoF) juga akan berdampak terhadap besarnya rasio NIM.

EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan, NIM adalah suatu rasio yang belum memperhitungkan cost of credit (biaya provisi pencadangan penurunan nilai kredit atau NPL) maupun biaya operasional.

"Sehingga melihat profitabilitas sektor perbankan juga perlu melihat besarnya cost of credit dan biaya operasional," katanya.

Di semester I 2023, NIM BCA mencapai 5,5%, atau tumbuh 60 bps dibanding tahun sebelumnya. Hal ini disebut Hera, ditopang oleh peningkatan imbal hasil dari penempatan dana pada obligasi negara sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional, serta pergeseran komposisi aktiva produktif ke portofolio kredit yang memiliki imbal hasil lebih tinggi selaras dengan ekspansi volume kredit.

Di sisi lain, Presiden Direktur Bank CIMB Niaga Lani Darmawan mengakui NIM memang yang menjadi tantangan bagi pihaknya saat ini.

"Karena CoF yang belum bisa turun sedangkan repricing up bunga pinjaman juga tidak bisa sekaligus," ucapnya.

Tercatat pertumbuhan rasio NIM CIMB Niaga berada di level 4,6% per Juni 2023, naik 6 bps dari posisi 4,54% pada Juni 2022.  Pihaknya juga memproyeksikan NIM untuk satu tahun penuh di 2023 berada di kisaran 4,6%-4,8%.

Baca Juga: BSI Salurkan Pembiayaan Sindikasi Rp 900 Miliar untuk Proyek Pabrik Pusri-IIIB

Pengamat Perbankan dan Praktisi Sistem Pembayaran Arianto Muditomo menilai, dalam kondisi likuiditas bank yang masih sangat longgar dan pertumbuhan kredit yang masih berpotensi sangat tinggi maka NIM perbankan masih akan tinggi sampai akhir tahun 2023 ini.

"Efisien atau tidaknya NIM bisa dilihat pula dari kemampuan bank mengendalikan beban biaya operasional dan pengelolaan kredit, sehingga bank yang mampu mengendalikan biaya dimaksud akan mampu mengoptimalkan NIM menjadi laba," kata Arianto.

Menurutnya, dengan berlimpahnya likuiditas yang berdampak pada terkendalinya cost of fund dan mengantisipasi tahun politik di tahun 2024 akan mendorong bank cenderung untuk melindungi pendapatannya semaksimal mungkin. Oleh karena itu ia memperkirakan NIM sampai dengan akhir tahun masih akan berkisar pada 4,6%-4,7% yang dominasi bank besar dalam menyumbang likuiditas bagi industri.

Arianto menyebut, NIM tidak terlepas dari likuiditas dan cost of fund. Likuiditas yang berlimpah di pasar yang salah satunya ditunjukkan dengan LDR yang masih belum optimal akan menurunkan cost of fund bank secara signifikan karena industri tidak membutuhkan pemanis untuk menarik dana pihak ketiga (DPK) dari masyarakat.

"Dengan proyeksi ekspansi kredit yang berada di atas target maka bank diperkirakan akan mampu menjaga NIM untuk memaksimalkan perolehan laba tahun 2023 ini," imbuhnya.

Dalam menyikapi NIM yang kian menggemuk, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyusun aturan mengenai transparansi suku bunga perbankan. Aturan itu ditargetkan rampung sebelum akhir tahun.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan, saat ini aturan tersebut tengah dalam proses penyempurnaan. Nantinya OJK akan mengonsultasikan hal tersebut kepada DPR. 

Di aturan tersebut terdapat beberapa prinsip yang akan diatur. Tentunya ini mengacu pada transparansi kredit kepada masyarakat. Prinsip prinsip yang akan diatur antara lain komponen dasar pembentuk suku bunga dan transparansi ke publik terkait dengan suku bunga dasar kredit atau SBDK.

Aturan ini juga diharapkan dapat berkontribusi dalam mengendalikan margin bunga bersih atau NIM industri perbankan yang kian menggemuk, bahkan di tengah era suku bunga tinggi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×