Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren pembiayaan digital lewat skema Buy Now Pay Later (BNPL) atau paylater terus meningkat tajam.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pembiayaan paylater oleh perusahaan pembiayaan tumbuh 47,11% secara tahunan (YoY) per April 2025, melonjak dari pertumbuhan Maret sebesar 39,28% YoY.
Namun, tingginya laju penyaluran ini diiringi peningkatan risiko kredit. Rasio pembiayaan bermasalah (non-performing financing/NPF) gross BNPL naik ke level 3,78% pada April 2025, dari 3,48% pada bulan sebelumnya.
Baca Juga: OJK Catat Pembiayaan BNPL Perusahaan Pembiayaan Tumbuh 47,11% per April 2025
Pasca-Lebaran, permintaan naik tapi daya beli melemah
Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai, lonjakan permintaan BNPL tak lepas dari kebutuhan konsumsi pasca Lebaran. Di sisi lain, daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih.
“Satu bulan pasca Lebaran, harga-harga belum turun, tapi pendapatan sudah habis. Masyarakat terpaksa mencari pembiayaan untuk menutup kebutuhan bulanannya,” ujar Nailul kepada Kontan.co.id, Selasa (3/6).
Menurutnya, BNPL banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yang belum terjangkau layanan perbankan formal.
Di tengah tekanan ekonomi, mereka menjadikan pembiayaan digital sebagai solusi jangka pendek.
“Dulu mereka pinjam ke keluarga atau rentenir. Sekarang mereka lari ke paylater,” katanya.
Baca Juga: Pembiayaan Buy Now Pay Later (BNPL) Tumbuh 47,11% per April 2025
“Lampu kuning” kualitas aset perusahaan pembiayaan
Huda mengingatkan, pertumbuhan agresif BNPL justru dapat menjadi bumerang.
Kualitas debitur rentan terdampak perlambatan ekonomi, termasuk ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Banyak yang sudah ambil paylater tapi penghasilannya menurun karena PHK. Ini rawan meningkatkan NPF,” ujarnya.
Ia menilai, kenaikan NPF menjadi sinyal peringatan dini bagi pelaku industri.
“Ini sudah masuk kategori lampu kuning. Artinya, kualitas penyaluran menurun karena lonjakan permintaan tak dibarengi credit scoring yang ketat,” tegasnya.
Baca Juga: Pembiayaan BNPL Indodana Finance Makin Kencang
Dorongan untuk lebih selektif
Untuk menghindari lonjakan risiko ke depan, perusahaan pembiayaan disarankan menerapkan sistem penilaian kredit (credit scoring) yang lebih ketat dan selektif.
Apalagi dalam situasi ekonomi yang masih rentan, kualitas debitur menjadi penentu utama keberlanjutan bisnis BNPL.
Selanjutnya: SMSM Genjot Ekspor Komponen Otomotif, Siap Sambut Era Kendaraan Listrik Bertahap
Menarik Dibaca: Rangkul Sinergi Masyarakat Adat untuk Jaga Hutan, GATC Gelar Three Basins Summit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News