Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laju pertumbuhan kredit properti yang melambat di tengah pandemi Covid-19 tidak serta merta membuat rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) meningkat. Malah, berdasarkan data Bank Indonesia posisi NPL properti mampu dijaga stabil. Tercatat per Januari 2021 NPL properti ada di level 2,86%, turun tipis dari tahun sebelumnya 2,88%.
Posisi tersebut sudah jauh menurun dari level tertinggi di bulan Juli 2020 sebesar 3,49%. Bila dirinci, NPL kredit properti paling tinggi disumbang oleh kredit ruko/rukan sebesar 4,77%. Sementara untuk kredit pemilikan rumah (KPR) rumah tapak masih terjaga di level 2,63%. Menurun dari periode setahun sebelumnya sebesar 2,75%.
Beberapa bank yang dihubungi Kontan.co.id mengatakan laju NPL KPR memang masih sangat terjaga berkat upaya mitigasi risiko bank yang lebih ketat. Hal itu juga diperkuat lagi dengan diberikannya beberapa stimulus oleh regulator dan pemerintah di sektor properti.
Baca Juga: Fintech P2P lending mengaku sudah implementasikan manajemen risiko IT
Direktur Konsumer PT Bank CIMB Niaga Tbk Lani Darmawan menjelaskan, untuk tahun ini NPL KPR sudah pasti akan melandai atau terjaga rendah. Hal itu disebabkan masih berlakunya keringanan restrukturisasi kredit lewat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Tapi akan tergantung dari skema dan kriteria nasabah yang bisa menerima stimulus tersebut. Setiap bank bisa berbeda," ujarnya, Rabu (24/3).
Lani membeberkan, hingga posisi Februari 2021 tingkat NPL KPR ada di level 2,4%. NPL tersebut merata di hampir seluruh tipe KPR CIMB Niaga posisinya relatif stabil bila dibandingkan dengan akhir 2020 lalu. "Rasionalnya, jika tidak ada stimulus pasti (NPL) lebih tinggi," imbuh Lani.
Ke depannya, Lani memandang kondisinya masih tergantung dari seberapa cepat kegiatan ekonomi dan usaha kembali normal ke periode sebelum pandemi.
Sebelumnya, Mortgage & Secured Loan Business Head CIMB Niaga, Heintje Mogi mengakui kecenderungan gagal bayar KPR meningkat tahun lalu akibat pandemi. Para debitur KPR segmen milenial banyak yang menjadi korban yang dirumahkan atau PHK, terutama mereka yang bekerja di sektor-sektor yang terdampak paling dalam seperti pariwisata.
Akibat keadaan itu, perseroan menjadi lebih cermat dan melakukan beberapa pengetatan kebijakan kepada debitur dalam menyalurkan kredit agar tidak berubah menjadi kredit macet di kemudian hari. Selain itu, perusahaan juga tahun ini mencadangkan untuk mengantisipasi kredit macet yang berubah menjadi NPL.
Baca Juga: Perkuat modal, BNI akan menerbitkan tier 2 subordinated notes
"Tahun 2021 ini kami mencadangkan jauh lebih baik, tahun lalu Rp 7,4 triliun dan kita harus tumbuh lebih baik. Kalau NPL kita jelek, kredit kita persulit, karena managemen minta kita tahun ini harus tumbuh lebih baik dari tahun 2020," katanya belum lama ini.
Sementara itu, Direktur Consumer and Commercial Lending PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Hirwandi Gafar mengatakan sampai dengan Februari 2021 posisi NPL KPR ssecara total masih di bawah 2%. "Bahkan untuk NPL KPR subsidi berada di bawah 1%," jelasnya singkat.
Posisi itu praktis sudah jauh membaik dari periode akhir 2020 lalu yang secara total kredit perumahan BTN membukukan NPL 4,11%. Kemudian bila dirinci, untuk KPR non subsidi mencatatkan NPL 3,58% turun dari tahun 2019 yang sebesar 3,92%. Sedangkan posisi NPL KPR subsidi mampu dijaga rendah pada kisaran 1,01% akhir tahun lalu. Adapun, di tahun 2021 Bank BTN berencana menekan NPL keseluruhan ke level 3,5%. Jauh lebih rendah dari realisasi periode tahun 2020 lalu yang mencapai 4,37%.
Direktur Remedial and Wholesale Risk BTN Elisabeth Novie Riswanti mengatakan, strategi menekan NPL dilakukan melalui dua hal, yakni perbaikan manajemen collection dan penjualan aset. "Kita melakukan monitoring collection, memperbaiki proses restrukturisasi, kita juga akan melakukan optimalisasi e-call," ujarnya.
Selain itu, BTN juga akan memperkuat memperkuat upaya hukum dalam pengelolaan NPL. Misalnya somasi terhadap debitur yang macet dan memperkuat collection terhadap debitur yang menunggak pembayaran.
Sementara itu, Direktur Bisnis Konsumer PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Corina Leyla Karnalies menyebut sejauh posisi NPL KPR perseroan berada pada level terjaga di bawah 5%. Pihaknya juga menilai, posisi tersebut praktis stabil selama pandemi Covid-19.
Baca Juga: Bank Mandiri dan BRI bagi-bagi dividen, siapa yang lebih besar?
Adapun, kontribusi terbesar NPL KPR di BNI berasal dari segmen komersial terutama dari sektor swasta yang terdampak pandemi. "Dengan adanya vaksin Covid-19 dan pemberian berbagai macam stimulus pemerintah, NPL berpotensi membaik seiring perbaikan ekonomi," katanya kepada Kontan.co.id, Kamis (25/3).
Segendang sepenarian, Sekretaris Perusahaan PT Bank Mandiri Tbk Rudi As Atturdiha menyebut posisi NPL KPR akan melandai di kuartal I 2020 lantaran telah terjadi perbaikan ekonomi debitur. Menurut catatan perseroan, sejak akhir tahun 2020 lalu NPL KPR memang sudah mengalami penurunan.
Tercatat, NPL KPR Bank Mandiri pada Desember 2020 ada di kisaran 2,75%, posisi itu turun cukup besar dari periode September 2020 yang menyentuh 3,32%. "Kami melihat tren tersebut akan berlanjut pada kuartal I 2021 dan penurunan ini akan terjadi di semua tipe rumah," kata Rudi.
Bank berlogo pita emas ini juga menambahkan, berlanjutnya tren ini tidak terlepas dari kebijakan restrukturisasi debitur terdampak Covid-19 yang berlaku hingga 2022. Sementara untuk akhir tahun ini, Bank Mandiri mematok NPL segmen KPR akan terjaga di kisaran 2%-3%. "Kami terus melakukan upaya ke seluruh debitur, termasuk debitur restrukturisasi termasuk melakukan monitoring prospek keuangan debitur untuk melihat potensi penurunan kolektibilitas," imbuhnya.
Selanjutnya: KB Kookmin lebarkan sayap di Indonesia dengan menambah sejumlah layanan finansial
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News