Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Hingga paruh pertama tahun 2017, sejumlah bank tengah mengalami perlambatan pertumbuhan kredit. Perlambatan ini ditengarai akibat belum membaiknya kondisi makroekonomi.
Adapun, bank swasta cenderung paling paling banyak terkena imbas perlambatan kredit. Berbeda dengan bank pelat merah yang justru tumbuh pesat dengan melimpahnya proyek infrastruktur penunjang program pemerintah.
Kendati demikian, PT Bank OCBC NISP Tbk menilai, pihaknya masih tetap berhasil membukukan kredit meski terkena dampak belum bergeraknya pertumbuhan ekonomi. "Bank BUMN pasti dapat tumbuh lebih cepat, antara lain karena adanya tingkat partisipasi yang tinggi dalam proyek pemerintah atau infrastruktur," ujar Presiden Direktur OCBC NISP, Parwati Surjaudaja kepada KONTAN, Kamis (27/7).
Parwati menambahkan, setiap bank memiliki masing-masing segmen yang menjadi roda penggerak pertumbuhan. "Strategi kami dalam menumbuhkan kredit termasuk dengan fokus kepada industri yang prospektif dan familiar bagi kami, disamping memastikan adanya proses yang menunjang pertumbuhan kredit yang berkesinambungan," jelas Parwati.
Hal tersebut sesuai dengan pencapaian kinerja OCBC NISP. Merujuk laporan keuangan semester I 2017, OCBC NISP membukukan pertumbuhan kredit 17% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 100,55 triliun.
Jika dirinci berdasarkan jenis penggunaannya, bank yang terafiliasi dengan OCBC grup ini menyalurkan mayoritas kredit untuk modal kerja, yakni mencapai 45%. OCBC NISP menyalurkan kredit investasi 42% dan konsumer 13%.
Sementara berdasarkan sektornya, penyaluran kredit OCBC NISP mayoritas masuk ke dalam tiga sektor besar yaitu manufaktur 28%, perdagangan 24%, dan jasa 18%.
Sementara dari sisi pendanaan, perolehan dana pihak ketiga (DPK) perseroan juga tumbuh 15% secara yoy menjadi Rp 106,23 triliun per 30 Juni 2017. Berkat kinerja tersebut, hingga semester I 2017, bank berkode saham NISP ini berhasil membukukan laba bersih Rp 1,1 triliun atau tumbuh 24% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya Rp 900 miliar.
Meski ekonomi melambat, Parwati optimistis hingga akhir tahun pihaknya mampu mencatat pertumbuhan kredit di kisaran 10%-15%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News