kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

OJK berencana membuat daftar hitam agen asuransi nakal


Kamis, 15 April 2021 / 14:12 WIB
OJK berencana membuat daftar hitam agen asuransi nakal
ILUSTRASI. Pejalan kaki melintas dekat logo Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di kantor AAJI Jakarta,


Reporter: Ferrika Sari | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Maraknya keluhan nasabah mengenai produk unitlink telah mendapat perhatian khusus dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menindaklanjuti hal tersebut, OJK berencana membuat daftar hitam agen asuransi yang melakukan pelanggaran sebagai langkah perbaikan ke depan.

"Perlu dibuatkan daftar hitam agen nakal atau fraud karena mayoritas pengaduan yang masuk ke OJK karena agennya telah hilang atau tidak bekerja di perusahaan," kata Direktur Pelayanan Konsumen Departemen Perlindungan Konsumen OJK Sabar Wahyono, Rabu (14/4).

Bahkan, dalam hasil pemantaun tematik terkait unitlink, OJK menemukan bahwa proses pemasaran agen menyerupai multilevel marketing (MLM) karena menekankan penjualan produk pada proses perekruitmen agen dibanding penjualan asuransi itu sendiri.

Baca Juga: Keluhan Mis Selling Produk Unitlink Paling Banyak Diadukan Kepada OJK

Masalah lainnya, penekanan pemasaran melalui agen hanya berdasarkan bonus dibandingkan penjualan produk. Lebih parahnya lagi, agen tidak mengantongi sertifikasi sehingga tidak memahami produk unitlink secara baik.

Selain itu, tidak ada transparansi produk sehingga agen juga tidak memberikan penjelasan manfaat, risiko, premi dan biaya secara baik kepada konsumen. Bahkan, muncul fraud yang dilakukan oleh agen atas uang premi yang dibayarkan nasabah secara kas.

Guna mengantisipasi hal itu, OJK meminta perusahaan asuransi melakukan edukasi secara komprehensif kepada konsumen mengenai skema produk terkait investasi. Pada saat penawaran produk, perusahaan wajib memastikan agen asuransi menjelaskan produk secara detil dan komprehensif.

Agen juga tidak meminta konsumen menandatangani formulir pengajuan asuransi dalam keadaan kosong. Sementara dalam proses welcome call, tidak dibolehkan menggiring konsumen dengan pertanyaan menjebak. Kemudian proses penawaran harus terdokumentasi dengan baik.

Mis Selling Produk Unitlink

Dalam empat bulan pertama tahun 2021, jumlah pengaduan konsumen mengenai unitlink kepada OJK mencapai 273. Kebanyakan, pengaduan konsumen terkait dengan produk yang tidak sesuai dengan penawaran awal kepada nasabah alias mis selling.

Sementara tahun lalu, jumlah pengaduan terkait unitlink meningkat hingga 64,72% year on year (yoy) menjadi 593 pengaduan. Padahal tahun 2019, OJK hanya menerima 360 pengaduan

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) kemudian meminta perusahaan asuransi menerapkan praktik serta kode etik kepada seluruh tenaga pemasar untuk menghindari mis-selling atau produk layanan yang tidak sesuai dengan penawaran.

"Jadi kode etik ini untuk menghindari adanya miss-informasi dan miss-selling kepada nasabah," kata Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu.

Apalagi, selama beberapa hari belakangan sejumlah nasabah mengaku dirugikan oleh agen asuransi setelah membeli produk unitlink. Menanggapi masalah itu, Togar mengharap semua orang bersikap bijak karena pengakuan seseorang tidak bisa jadi pegangan begitu saja.

Baca Juga: OJK siapkan regulasi khusus untuk atur insurtech, simak ruang lingkupnya

"Jadi kembali kepada (perjanjian) polis, yang seharusnya menjadi acuan di antara para pihak," ungkapnya.

Oleh karena itu, ia meminta baik calon maupun nasabah tetap memahami hak dan kewajibannya masing-masing sebagai pengguna asuransi.

Sebisa mungkin, mereka bertanya lebih banyak untuk memahami asuransi karena itu uang masa depan mereka.

Jika nasabah tidak membaca polis, maka merugikan dirinya sendiri karena kesepakatan polis itu memuat kewajiban dan hak nasabah secara jelas. Dengan demikian, ringkasan informasi dan layanan harus dibaca detail.

"Polis itu harus dibaca. Kembali saya ingatkan, bahwa polis yang menjadi dasar hubungan antara penanggung dengan tertanggung kalau ada apa - apa harus kembali kepada polis," jelasnya.

Ia mengatakan, permasalahan tidak selalu disebabkan oleh agen maupun nasabah. Maka itu, semua pihak harus melihat persoalan ini secara seimbang dari semua sisi. Namun jika masalah tidak bisa diselesaikan maka bisa melalui ranah hukum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×