Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berusaha agar aturan permodalan dalam Basel III mudah diterapkan oleh perbankan di Indonesia. Makanya, prinsip dan alat ukur dalam Basel III harus sederhana sehingga mudah dipahami dan diimplementasikan pelaku perbankan di Tanah Air.
Dalam forum International Conference of Banking Supervision (ICBS) yang diselenggarakan oleh China Banking Regulatory Commission (CBRC) di Tianjin, China, pekan lalu, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad menyatakan, standar yang diusung Basel Committe harus mudah diterapkan di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia. Khususnya, terkait penggunaan model-model kuantitatif yang dirasa terlalu kompleks.
Padahal, negara berkembang memiliki keterbatasan infrastruktur. Makanya, perhitungan risk sensitivity (sensitivitas risiko) perlu lebih sederhana (simplicity) dan mudah diterapkan (implementability) tanpa mengurangi pengawasan risikonya. "OJK akan memperjuangkan adanya perwakilan dari Indonesia dalam beberapa working group di Basel Committee untuk menyuarakan aturan permodalan ini,” kata Muliaman, Jumat (26/9) lalu.
Sekadar informasi, Basel III mengatur minimal rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) bank sebesar 10,5%. Permodalan itu terdiri atas komponen modal inti (tier 1) dan komponen modal pelengkap (tier 2). Komponen modal inti terbagi menjadi dua, yaitu modal inti utama atau common equity tier 1, dan modal inti tambahan alias additional tier 1.
Untuk penerapan Basel III di Indonesia, OJK akan memprioritaskan terhadap bank yang telah beroperasi di skala internasional. Yakni bank-bank yang masuk kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 3 dengan minimal modal inti Rp 5 triliun-Rp 30 triliun, dan bank BUKU 4 dengan modal inti minimal di atas Rp 30 triliun.
Persoalan likuiditas
Halim Alamsyah, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) menuturkan, ada sejumlah cara yang bisa ditempuh bank untuk memupuk permodalan. Antara lain mengurangi dividen, menerbitkan obligasi atau meminta suntikan modal dari pemegang saham. “Dalam menghadapi pertarungan antarbank, perbankan harus memperkuat modal karena kita masih kalah dari sisi permodalan,” katanya.
Mengutip laporan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) per Juli 2014, rasio modal bank sebesar 19,39% atau naik dibandingkan periode sama 2013 yang sebesar 18,08%. Nelson Tampubolon, Dewan Komisioner OJK Bidang Perbankan menilai, bank kelompok BUKU 3 dan 4 sudah siap menghadapi Basel III. Namun, persoalan likuiditas belakangan ini dapat mengganggu kesiapan modal perbankan.
Terkait penguatan permodalan, Roy A. Arfandy, Presiden Direktur Bank Permata sempat menjelaskan kepada KONTAN, akan menerbitkan subdebt pada tahun ini dan saham baru (rights issue) tahun depan. Kini, rasio permodalan Bank Permata sebesar 14% dan akan ditingkatkan menjadi 16%-17%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News