Reporter: Ferrika Sari | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemain multifinance terus bertumbangan. Selama setahun berjalan, jumlah perusahaan multifinance yang tutup meningkat signifikan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, hingga Mei 2021, pemain multifinance berkurang 14 perusahaan menjadi 169 pelaku usaha dibandingkan Mei tahun lalu. Padahal, Mei 2018 dan 2019 jumlah multifinance masih sebanyak 183 perusahaan.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W Budiawan menjelaskan, bahwa berkurangnya jumlah pemain multifinance disebabkan oleh beberapa faktor. "Sejak awal 2020 sampai Juni 2021, ada lima di antaranya mengembalikan izin usaha kepada OJK. Kemudian sisanya, izin usaha mereka dicabut oleh OJK," kata Bambang, Jumat (2/7).
Baca Juga: CSUL Finance kantongi peringkat idA dari Pefindo
Selain itu, ada beberapa alasan kenapa mereka mengembalikan izin ke otoritas, antara lain perusahaan satu grup melakukan konsolidasi, pemilik tidak berminat lagi pada usaha pembiayaan dan faktor persaingan yang kian kompetitif.
Sementara bagi perusahaan yang izinnya dicabut, secara umum mereka mengalami permasalahan sebelum pandemi Covid-19 seperti penerapan tata kelola kurang baik. Misalnya, menyampaikan laporan keuangan secara tidak benar.
"Kemudian tidak menjalankan manajemen risiko, tingginya tingkat kredit macet dan keterbatasan kemampuan pemilik untuk memulihkan pemodalan perusahaan," terang Bambang.
Walau sudah diberi kesempatan memperbaiki diri, namun mereka gagal memenuhi ketentuan dari OJK, seperti upaya penyehatan dan penyelamatan dari sisi finansial. Padahal, OJK telah mengawasi perkembangan mereka selama 18 - 24 bulan.
Baca Juga: Adira Dinamika Multi Finance (ADMF) akan bagi dividen, ini besarannya
Berkurangnya jumlah multifinance menjadi tantangan bagi pemain multifinance untuk tetap bertahan. Bahkan, hingga saat ini, industri multifinance belum kedatangan pemain baru seiring dengan ketentuan modal minimum yang disyaratkan OJK.
"Bisa jadi karena regulasi OJK tahun lalu berkaitan dengan kelembagaan. Salah satunya, adalah persyaratan modal minimum untuk pendirian perusahaan pembiayaan sebesar Rp 250 miliar," terangnya.
Meski pemain multifinance berkurang, tapi industri masih optimistis bisnis pembiayaan bisa terangkat. Terlebih, multifinance mendapatkan angin segar melalui perpanjangan relaksasi Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) 100%.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menyebut, kebijakan itu bisa meningkatkan daya beli masyarakat sehingga memberikan kesempatan mereka untuk membeli mobil baru.
“Apalagi di periode sebelumnya, stoknya juga kurang. Jadi untuk masyarakat yang kemarin belum sempat beli karena harus inden sekarang masih bisa beli dengan harga yang murah karena diskon PPnBM itu sendiri,” ujar Suwandi.
Ia berharap perpanjangan diskon ini bisa meningkatkan kembali pembiayaan mobil multifinance tahun ini. Kemungkinan peningkatan tersebut terbatas karena perbandingan orang yang melakukan kredit lebih sedikit dibandingkan dengan yang membeli secara tunai.
“Kalau dilihat sekarang kan rasio orang-orang yang membeli kendaraan secara tunai lebih besar dengan kira-kira 50% sampai 60%,” tutupnya.
Selanjutnya: Meski kasus corona melonjak, multifinance masih optimistis mengejar target
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News