Reporter: Annisa Aninditya Wibawa |
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat perbankan perlu untuk melakukan Initial Public Offering (IPO). Lembaga supervisi ini beranggapan, jika perbankan ingin maju, mereka harusnya menjadi perusahaan terbuka. Untuk itu, OJK pun akan melakukan sosialisasi supaya perbankan tergerak untuk IPO.
Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Pengawasan Perbankan, Nelson Tampubolon menyebut, sebagian besar bank di Indonesia masih merupakan perusahaan tertutup. Namun ia mengaku tak mengetahui berapa jumlah pasti berapa bank yang belum IPO. "Saya tak pegang porsi datanya," ucap Nelson.
Padahal, perbankan akan mendapatkan 2 keuntungan bila sudah melakukan IPO. Pertama, bank bisa mendapatkan sumber pendanaan selain hanya mengandalkan Dana Pihak Ketiga (DPK). Ini bermanfaat bagi bank yang memiliki pengetatan likuiditas.
Kentungan kedua, Nelson meyakini IPO dapat membuat kinerja bank semakin membaik. Ini karena bank akan mendapat monitor oleh publik yang juga memiliki saham di situ.
Ia bilang, bank yang sudah masuk kategori Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 2 dan 3 semestinya segera melakukan IPO. Ini pun tak hanya bagi bank umum nasional, tapi juga Bank Pembangunan Daerah (BPD), maupun bank syariah
PT Bank DKI pernah menyatakan rencananya untuk melakukan IPO di tahun 2014. Kemudian, PT Bank Muamalat juga mestinya Secondary Public Offering (SPO) pada bulan Juni kemarin. Namun rencana tersebut terpaksa mundur karena kondisi pasar yang masih dalam ketidakpastian.
Sedangkan, PT Bank Sampoerna masih memiliki target yang panjang untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Bank ini memperkirakan akan menjadi perusahaan terbuka sekitar tahun 2016 atau 2017. "Kita inginnya nanti aset kita sudah Rp 10 triliun. Lalu modal kita sudah Rp 1 triliun. Kalau sekarang kita masih kecil," sebut Direktur Utama Bank Sahabat Sampoerna, Indra W. Supardi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News