Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksi pertumbuhan kredit perbankan pada kisaran 7,5% di 2022. Nilai itu meningkat dari realisasi pertumbuhan kredit pada 2020 sebesar 5,2%.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, pertumbuhan kredit tersebut bergantung pada mobilitas masyarakat. Jika kebijakan pemerintah makin longgar, maka konsumsi masyarakat akan terangkat.
"Kalau kebijakannya leluasa, ada ruang untuk belanja, untuk piknik, untuk nengok orang tua. Itu bisa menimbulkan efek berganda untuk konsumsi. Kalau orang konsumsi, yang jualan banyak, kredit pasti muncul dan kartu kredit digesek," kata Wimboh di Jakarta, Kamis (20/1).
Selain itu, pertumbuhan kredit juga didorong pertumbuhan ekonomi nasional serta penanganan kasus Covid-19. Rata-rata kasus harian Covid-19 selama sebulan terakhir berada di bawah 431 kasus baru per hari, meski kembali meningkat sejak munculnya varian Omicron.
Baca Juga: BI Catat Nilai Transaksi Digital Banking Capai Rp 39.841,4 Triliun di 2021
"Terima kasih kepada seluruh lembaga dan pemangku kepentingan yang mendukung capaian ini, sehingga mobilitas masyarakat sudah semakin membaik dan kembali beraktivitas meskipun belum pulih 100%," terangnya.
Sesuai dengan mandat Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang OJK, tugas OJK adalah menjaga stabilitas sistem keuangan dengan mengeluarkan kebijakan prudensial dengan mengatur, mengawasi dan melindungi kepentingan konsumen sektor jasa keuangan.
Dalam menjaga perekonomian, masih banyak yang akan dilakukan otoritas untuk mempercepat pemulihan kredit dalam skema restrukturisasi kredit yang diperpanjang sampai 2023. OJK akan persiapkan berbagai kebijakan memitigasi dampak ke sektor keuangan.
Untuk itu, OJK siapkan kebijakan prioritas di sektor keuangan pada 2022. Pertama, mendorong pembiayaan di sektor komoditas termasuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBL BB) dan stimulus lanjutan untuk mendorong kredit di sektor properti.
Kedua, mempersiapkan sektor keuangan dalam menghadapi normalisasi kebijakan di negara maju dan domestik, dengan mendorong konsolidasi agar mempunyai ketahanan permodalan dan likuditas, percepatan pembentukan cadangan penghapusan kredit.
Baca Juga: OJK Minta Bank Perkuat Pencadangan untuk Antisipasi Efek Normalisasi Kebijakan
"Kemudian penataan industri reksadana dan penguatan tata kelola industri pengelolaan investasi, serta percepatan dan penyelesaian reformasi IKNB," terangnya.
Ketiga, menyusun skema pembiayaan yang berkelanjutan di industri jasa keuangan untuk mendukung pengembangan ekonomi baru, dengan prioritas pengembangan ekonomi hijau, antara lain dengan pendirian bursa karbon dan penerbitan Taksonomi Hijau 1.0.
Keempat, memperluas akses keuangan kepada UMKM dengan target penyaluran kredit UMKM 30% pada 2024. Penyaluran kredit ini melalui model klaster dalam satu ekosistem pembiayaan, pemasaran oleh off-taker, pembinaan serta optimalisasi lahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News