Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan dalam kondisi stabil di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional (PEN) sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Terciptanya stabilitas sektor keuangan sebagai hasil nyata serangkaian kebijakan stimulus fiskal dan moneter yang bersifat pre-emptive.
OJK telah mengerahkan berbagai kebijakan yang ditujukan untuk menjaga stabilitas pasar modal serta meringankan beban masyarakat, pelaku sektor informal dan UMKM serta pelaku usaha lain. Lebih lanjut, kebijakan ini juga dimaksudkan untuk menjaga dan meningkatkan kepercayaan pelaku pasar.
Relaksasi kebijakan restrukturisasi kredit oleh OJK diiringi kebijakan pemerintah lewat subsidi bunga dan penempatan dana pemerintah di bank umum. Bank Indonesia (BI) pun telah menurunkan suku bunga acuan serta quantitative easing lain. OJK akan melanjutkan relaksasi restrukturisasi langsung lancar dan penetapan restrukturisasi hanya satu pilar sebagaimana diatur dalam POJK 11/2020 yang seiring dan sinergis dengan kebijakan pemerintah dan BI.
“OJK konsisten memperkuat pengawasan terintegrasi untuk dapat mendeteksi lebih dini potensi risiko terhadap stabilitas sektor jasa keuangan dan juga mendukung terlaksananya program PEN secara menyeluruh guna mengakselerasi pemulihan ekonomi,” ujar Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK, Anto Prabowo dalam siaran pers, Rabu (23/9) malam.
Baca Juga: Restrukturisasi pembiayaan multifinance sudah capai Rp 166,94 triliun
Hingga 7 September 2020, nilai restrukturisasi kredit perbankan mencapai Rp 884,5 triliun dari 7,38 juta debitur. Keringanan kredit itu dinikmati sebanyak 5,82 juta pelaku UMKM dengan nilai Rp 360,6 triliun. Sementara 1,56 juta non UMKM memperoleh keringanan kredit senilai Rp 523,9 triliun.
Sedangkan realisasi restrukturisasi perusahaan pembiayaan hingga 8 September 2020 telah mencapai Rp 166,94 triliun dari 4,55 juta kontrak pembiayaan dari perusahaan pembiayaan.
OJK juga memantau pengelolaan penempatan dana pemerintah ke perbankan umum baik di kelompok Himbara yang sebesar Rp 30 triliun maupun kelompok BPD yang sebesar Rp 11,5 triliun. Sampai dengan 14 September 2020, realisasi penyaluran kredit atas penempatan dana di kelompok Himbara telah mencapai Rp 119,8 triliun kepada 1,5 juta debitur. Sedangkan untuk kelompok BPD, sampai dengan 16 September 2020 tercatat kredit yang telah tersalurkan sebesar Rp 7,4 triliun.
Baca Juga: BI menyebut quantitative easing hingga September 2020 capai Rp 662,1 triliun
Profil risiko lembaga jasa keuangan pada Agustus 2020 masih terjaga pada level yang manageable dengan rasio NPL gross tercatat stabil sebesar 3,22% dan rasio NPF sebesar 5,2%. Risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,62%, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%.
Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Per 16 September 2020, rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK terpantau pada level 143,16% dan 30,47%, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.
Permodalan Lembaga jasa keuangan juga terjaga stabil pada level yang memadai. Capital adequacy ratio (CAR) bank umum konvensional (BUK) tercatat sebesar 23,16% serta risk-based capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 506% dan 330%, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120%.
Baca Juga: Loyonya pertumbuhan kredit perbankan ikut menyeret penerimaan pajak
Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulanan pada September ini mencatat perekonomian global dan domestik secara perlahan mulai menunjukkan signal perbaikan. Hanya saja, ketidakpastian di pasar keuangan terpantau meningkat didorong, antara lain, oleh penyebaran Covid-19 di beberapa negara yang kembali meningkat serta tensi geopolitik yang meningkat akibat memanasnya kembali perang dagang AS-Tiongkok dan ketidakpastian Brexit.
Meningkatnya ketidakpastian tersebut mendorong kenaikan volatilitas di pasar keuangan global dan domestik selama September 2020. Hingga 18 September 2020, pasar saham dan pasar SBN melemah dengan IHSG turun sebesar 3,42% mtd dan yield rata-rata SBN naik sebesar 4,9 bps sepanjang September.
Pelemahan pasar saham dan SBN tersebut turut didorong aksi investor asing yang mencatatkan outflow sebesar Rp 169,22 triliun sejak awal tahun 2020 hingga bulan ini. Investor asing tercatat melakukan net sell di pasar saham dan SBN masing-masing sebesar Rp 11,67 triliun dan Rp 9,63 triliun pada bulan September serta net sell saham Rp 39,67 triliun dan SBN Rp 129,55 triliun sejak awal tahun.
Hingga 22 September 2020, jumlah penawaran umum baik saham maupun surat utang mencapai 132 dengan total nilai penghimpunan dana mencapai Rp 84,90 triliun. Dari jumlah penawaran umum tersebut, 45 dilakukan oleh emiten baru. Sementara itu, dalam pipeline saat ini masih terdapat 39 emiten yang akan melakukan penawaran umum (saham dan obligasi) dengan total penawaran diperkirakan mencapai Rp 17,34 triliun.
Baca Juga: Bank di Indonesia masuk dalam laporan FinCEN, OJK: Perbankan Indonesia taat aturan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News