Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Yudho Winarto
Area kedua yang disinggung OJK yakni penguatan kapasitas industri keuangan syariah. Menurut Wimboh, industri keuangan syariah memang sudah cukup banyak berikut dengan variasi produknya. Tetapi, saat ini di Indonesia belum ada lembaga keuangan syariah yang besar.
"Di industri perbankan misalnya. Kita belum memiliki bank syariah yang besar di BUKU IV, apalagi di industri keuangan non-bank," terangnya.
Untuk itu, sebagai regulator pihaknya akan terus berupaya untuk meningkatkan skala ekonomi industri keuangan syariah melalui peningkatan nominal modal minimum maupun akselerasi konsolidasi.
Fokus ketiga adalah dengan membangun permintaan (demand) terhadap keuangan syariah. Hal ini mengacu pada tingkat literasi yang masih rendah, yakni hanya 8,11%.
Baca Juga: Hingga Juli 2020, aset keuangan syariah tembus Rp 1.639,08 triliun
Lalu inklusi keuangan syariah masih 9,1% sangat rendah dibandingkan konvensional. Padahal dari segi jumlah, Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.
Fokus ke-empat dan terakhir tentunya mendorong adaptasi digital yang lebih masih untuk mendongkrak pasar ekonomi dan keuangan syariah.
"Pandemi ini telah mempercepat proses digitalisasi di dalam ekosistem ekonomi syariah. Dalam rangka memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat yang semakin go-digital di era new normal ini," pungas Wimboh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News