Reporter: Ferrika Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menggunakan Digital Maturity Assesment for Bank (DMAB) untuk menilai kadar digitalisasi sebuah bank.
Nantinya, DMAB akan mengevaluasi secara komprehensif tingkat kematangan digitalisasi suatu bank yang dilihat dalam enam aspek, antara lain data, teknologi, manajemen risiko, kolaborasi, tatanan institusi dan nasabah (customer).
Dengan begitu, akan diketahui level digitalisasi perbankan. Baru kemudian OJK melakukan monitoring terhadap perkembangan transformasi digital yang dilakukan oleh perbankan.
"Terkait Digital Maturity Assesment, untuk mengatakan suatu bank udah siap ke digital atau tidak, ini ada suatu rating, tingkat kematangan suatu bank untuk masuk digitalisasi," kata Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Teguh Supangkat dalam webinar bertajuk Dari Bank Hybrid Menuju Bank Digital, Kamis (17/2).
Selain melihat kematangan bank digital, menurut Teguh, penilaian tersebut juga sebagai paduan dalam pengembangan transformasi digital di sektor perbankan.
Hal ini untuk mendorong pengembangan inovasi dan layanan keuangan yang sesuai kebutuhan nasabah.
Baca Juga: Bank Digital Siapkan Layanan Kredit Lewat Aplikasi
"Kami menyadari untuk menyiapkan perbankan dalam transformasi digital diperlukan berbagai kebijakan dan regulasi yang dapat memberikan arah bagi inovasi perbankan ke depan namun tetap mengutamakan aspek prudensial dan kehati-hatian," terangnya.
Sebelumnya, regulator jasa keuangan ini mengungkapkan rencana penyusunan tranformasi digital termasuk Digital Maturity Assesment for Bank. Pedoman tersebut akan keluar dalam bentuk Peraturan OJK (POJK) yang diperkirakan bisa terbit sebelum Juli 2022.
Ketentuan ini akan melengkapi peraturan yang sudah ada terkait tranformasi bank digital seperti POJK Nomor 38 Tahun 2016 jo. POJK Nomor 13 Tahun 2020 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum dan Perubahannya.
Selanjutnya POJK Nomor 12 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Layanan Perbankan Digital Oleh Bank Umum. Kemudian POJK Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Bank Umum dan POJK Nomor 13 Tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum.
PT Bank Neo Commerce Tbk misalnya menjadi bank digital yang berkonversi secara penuh namun tetap mempertahankan kantor cabang. Bank yang sebelumnya bernama PT Bank Yudha Bhakti Tbk ini masih mengakomodir kebutuhan nasabah yang ingin ke cabang.
"Di lapangan, masih ada nasabah suka ke kantor cabang. Kami akomodir, khususnya beberapa nasabah produk Wealth Management yang mau melihat fisik cabang. Jadi kami pertahankan tentunya," ungkap Direktur Utama Bank Neo Commerce Tjandra Gunawan.
Tak hanya itu, perusahaan juga menggandeng pemegang saham pengendali PT Akulaku Silvrr Indonesia (Akulaku) dengan meluncurkan digital lending atau fitur kredit. Melalui kerja sama tersebut, Bank Neo Commerce bisa memanfaat ekosistem Akulaku.
Baca Juga: Tak Hanya Segmen Ritel, BTPN Siapkan Layanan Digital untuk UMKM hingga Korporasi
Jumlah nasabah Bank Neo meningkat seiring bertambahnya jumlah pengguna bank digital. Tercatat sampai Februari 2022, jumlah nasabah bank dengan kode emiten BBYB ini mencapai 15 juta. Nilai itu meningkat dari capai akhir 2021 yakni 13,3 juta nasabah.
Dengan total nilai transaksi mencapai Rp 36,83 triliun pada kuartal IV 2021, atau naik 150% dari kuartal sebelumnya. Rata - rata transaksi nasabah mencapai 17,4 kali per bulan dengan pengguna aktif bulanan mencapai 4,83 juta.
Sementara itu, PT Bank Aladin Syariah Tbk menggandeng Alfamart sebagai patner strategis untuk menggaet nasabah yang belum memiliki rekening (unbanked), kurang terlayani (underserved) serta pelaku UMKM.
"Alfamart adalah ritel paling besar di Indonesia dan punya 18.000 toko yang sudah memiliki full print dan awareness di masyarakat. Ini cara kami membangun kepercayaan di mana - mana," terang Presiden Direktur Bank Aladin Syariah Dyota Marsudi.
Selain Alfamart, Bank Aladin juga bekerja sama dengan Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) untuk melakukan digitalisasi serta pengelolaan dana haji serta zakat. Menurut Dyota, transaksi kedua dana tersebut memiliki potensi market yang besar.
"Strategi digital banking, kita ada platform, kemitraan dan memudahkan pemberian pelayaan terbaik kepada mitra - mitra kami," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News