kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

OJK segera terbitkan beleid remunerasi perbankan


Rabu, 18 November 2015 / 18:39 WIB
OJK segera terbitkan beleid remunerasi perbankan


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan segera menerbitkan aturan mengenai tata kelola yang baik dalam pemberian remunerasi berdasarkan kinerja dan risiko bagi bank umum. Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perbankan I OJK Mulya E Siregar mengungkapkan, wasit lembaga keuangan ini akan merilis aturan tersebut pada akhir tahun 2015 ini dalam bentuk Peraturan OJK (POJK).

Saat ini, beleid tersebut tengah masuk dalam proses legal review di Departemen Hukum OJK. Menurut Mulya, dalam beleid tersebut OJK mengatur mengenai good corporate governance dalam menentukan gaji petinggi perbankan. Dengan aturan ini, diharapkan industri perbankan dapat terbebas dari risiko collapse yang tidak diperlukan seperti risiko pembayaran gaji yang berlebihan bagi pengawai ataupun juga pejabat bank.

"Selama ini yang terjadi adalah kondisi di mana pegawai atau pejabat bank bisa meminta bayaran yang besar dengan mengambil risiko yang besar. Akhirnya bisa collapse. Kami meminta harus ada governence untuk menentukan besarnya gaji," kata Mulya, Selasa (17/11) kemarin.

Pertimbangan besarannya gaji tersebut, kata Mulya, bisa didasari pertimbangan seperti neraca perbankan dan juga kemampuan perseroan untuk menghasilkan laba. Dengan demikian, diharapkan dapat terhindar dari risiko pejabat bank mengambil keputusan berisiko tinggi dengan membiayai proyek-proyek berisiko tinggi tanpa memperhitungkan asas kehati-hatian, hanya supaya mendapat bonus yang besar.

"Pertimbangan ini diambil berdasarkan pengalaman bankir di luar negeri. Diadopsi supaya tidak terjadi di Indonesia," kata Mulya.

Mulya bilang, aturan ini sejalan dengan penerapan Basel II khususnya Pilar 3 yaitu Market Discipline. Dalam aturan pemberian remunerasi tersebut, pihak regulator tidak mengatur nilai atau kuantitatif gaji pegawai bank. Namun, yang diatur adalah penerapan tata kelola yang baik (good corporate governance) dalam pemberian remunerasi.

Adapun, pada rancangan POJK tentang Tata Kelola yang Baik dalam Pemberian Remunerasi Berdasarkan Kinerja dan Risiko bagi Bank Umum pasal 4 ditentukan penerapan tata kelola yang baik dalam pemberian remunerasi paling tidak mencakup pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris, peran serta komite remunerasi, pemberian bonus yang dikaitkan dengan pengambilan risiko yang hati-hati (prudent risk taking) dan pengungkapan remunerasi (disclosure).

Komite remunerasi wajib dibentuk oleh dewan komisaris yang setidaknya terdiri dari seorang komisaris independen, seorang komisaris, seorang pejabat eksekutif yang membawahi sumber daya manusia, dan seorang pejabat eksekutif yang membawahi satuan kerja manajemen risiko.

Lebih lanjut Mulya menambahkan, melalui aturan pemberian remunerasi ini bank dapat meningkatkan tingkat efisiensi mengingat beban tenaga kerja merupakan salah satu beban besar yang ditanggung perbankan.

Catatan saja, bank dituntut mengungkapkan informasi yang lebih transparan kepada publik dan pelaku pasar khususnya terkait dengan remunerasi. Sehingga, publik dan pelaku pasar dapat memberikan penilaian yang wajar dan mendorong disiplin pasar.

Tindakan perbaikan untuk mengoreksi praktik-praktik pemberian bonus yang tidak sehat tersebut kemudian menjadi agenda dalam program reformasi sistem keuangan global dan pada tanggal 25 September 2009 Financial Stability Board menerbitkan Principles for Sound Compensation Practices.

Program reformasi tersebut bertujuan untuk mencegah timbulnya moral hazard dan mengedepankan unsur prudensial dalam pengelolaan bank. Selain itu juga untuk menjaga kesehatan bank secara individual serta memitigasi adanya excessive risk taking yang dilakukan oleh para pengambil keputusan. Indonesia sebagai salah satu anggota G-20 berkomitmen untuk mengadopsi prinsip-prinsip tersebut dalam bentuk regulasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×