Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 8/POJK.03/2014 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah (BUS) Dan Unit Usaha Syariah (UUS). Kebijakan ini untuk memastikan sistem pengawasan terhadap perbankan syariah lebih terintegrasi.
Menurut Edy Setiadi, Direktur Eksekutif Perbankan Syariah OJK, menuturkan dalam aturan baru tersebut, penilaian terhadap tingkat kesehatan BUS maupun UUS berdasarkan 4 pilar, yakni rentabilitas, permodalan, profil risiko dan good corporate governance (GCG). “Jadi lebih khomprehensif dibanding aturan lama Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Aturan lama ini hanya berdasarkan 2 pilar, rentabilitas dan permodalan,” kata Edy saat dihubungi KONTAN, Selasa (23/9).
Selain itu, manfaat dari POJK baru tersebut adalah keselarasan dengan semangat OJK untuk menciptakan sistem pengawasan terintegrasi. Ini tertuang dalam ketentuan Bab IV Mekanisme Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah Secara Konsolidas di Pasal 11 dan Pasal 12. Di mana dalam aturan tersebut, BUS wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi.
“Sehingga penilaian atas 4 pilar tersebut harus memperhatikan signifikansi atau materialitas pangsa Perusahaan Anak terhadap BUS secara konsolidasi dan permasalahan Perusahaan Anak yang berpengaruh secara signifikan terhadap 4 pilar pada BUS secara konsolidasi,” ujar Edy.
Hasil penilaian terhadap 4 pilar di BUS maupun UUS kemudian disusun oleh OJK dalam bentuk Peringkat Komposit 1 sampai Peringkat Komposit 5. Peringkat 1 menunjukkan tingkat kesehatan keuangan yang terbaik sampai yang terburuk di peringkat 5. “OJK sudah mulai melakukan penilaian terhadap perbankan syariah per 30 Juni 2014 lalu. Sayangnya, mana yang baik dan buruk tidak bisa kami publikasikan hasilnya,” pungkas Edy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News