Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Handoyo .
Jahja menegaskan, BCA memang sangat berhati-hati dalam memberikan kredit. Selain itu, kredit tanah menurut perseroan memang memiliki resiko yang terbilang lebih tinggi dibandingkan kredit perumahan.
"Kita tidak memberikan kredit tanah. Kami juga tidak terlalu tertarik biayai tanah. Urusan tanah banyak lika-likunya. Lebih baik kalau sudah beres baru kita biayai KPRnya," tegasnya.
Sebagai catatan, BCA memang tengah gencar mendorong pertumbuhan KPR. Sampai dengan kuartal II 2018 lalu total outstanding KPR perseroan mencapai Rp 74,55 triliun atau tumbuh 4,03% yoy. Dengan rata-rata ticket size di kisaran Rp 756 juta per unit.
Rivan A Purwantono, Direktur Konsumer PT Bank Bukopin Tbk mengatakan masih akan mendalami terlebih dulu aturan tersebut. Hanya saja, pihaknya menyebut kebijakan baru ini dilakukan untuk mendukung sektor perumahan terutama pengembang menengah ke bawah.
Adapun, pemberian kredit ini dikhususkan untuk tanah clearing untuk dimulai penggalian atau urug. "Pencairan kreditnya atau pembiayaannya dilakukan bertahap berdasarkan progres proyek yang dibiyai dan harus segera dilakukan pembangunan. Untuk KPR, Bukopin masih melakukan penambahan kerjasama dengan pengembang terlebih dulu di setiap kota cabang Bukopin," ujar Rivan.
Senada dengan Bukopin, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) masih akan mengkaji kebijakan tersebut. Pasalnya, sampai saat ini Bank Jatim masih mengikuti larangan regulator untuk tidak memberikan kredit untuk pembelian tanah. "Pasti kami kaji, pada prinsipnya pasti memberikan potensi baru. Terutama dengan pengembang yang kredibel," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News